Pertemuan Senja [Part V]




Kyndaerim, Blog Cerbung: Pertemuan Senja - Waktu berlalu begitu cepat. Saat jam pulang, Nuel mencoba bersikap romantis, lagi.

"Ra, aku antar kamu pulang ya, sebentar lagi hujan lho, aku udah prediksi tadi malam," jelas Nuel.

"Aduh, nggak usah El. Aku kan Bawa motor. Kalau kamu antar aku, ntar motorku di tinggal dong."

"Hei, Ra.. Besok aku bakal jemput kamu. Lagian, besok kan tanggal merah," ah iya ya, aku lupa, batinku.

"Udah ayoo.." dia merangkulku, lalu berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan kantor.

Benar-benar satu hari ini sikap Nuel beda 180 derajat. Entahlah, sepertinya aku bakal pusing akan menjawab apa sebelum dia pergi nanti.

Sesampainya dirumah, dan tak lama setelah Nuel mengantarku dan lalu segera pulang, hujanpun turun. Benar kata si El, dia pawang hujan kali ya, batinku lucu sendiri.

Aku mencoba menutup buku yang baru saja kubaca, lalu Hp-ku berdering.

“Halo Ren, ada apa ?”

“Kamu lagi ngapain ? Aku ganggu nggak ?” tanya dan tanyanya.

“Nggak ganggu kok, barusan selesai baca buku. Kenapa Ren ?”


“Umm.. Besok aku mau ngajak kamu jalan, terus kita bakalan mampir ke kafe favoritku, makanan sama minumannya enak-enak lho. Mau ya, please..” seru Rendra, memohon.

“Umm.. Boleh. Jam 10 pagi ya Ren, aku tunggu,” jawabku.

“Yes. Ah, oke Neera. Sampai ketemu besok,” ujarnya kegirangan.

Aku pun senyum-senyum sendiri.

Aku merasa lapar. Ah, tumben malam-malam begini. Dan aku pun terduduk di teras, hendak memesan makan lewat ojol. Namun, secara tiba-tiba, Nuel datang kerumahku.

“Hai Ra,” sapanya.

“Eh, El. Tumben nggak nelpon dulu,” seruku.

“Iya, sorry. Kebetulan habis dari ketemu teman, dan nggak jauh dari sini, makanya aku mampir aja. Ini ni aku bawain nasi goreng langgananku, aku yakin kamu pasti bakal suka,” ceritanya.

Aku tersenyum, seakan dia tahu bahwa aku sedang kelaparan, “Aku ambil piring dulu ya.”

“Gimana, enak kan ?” celetuk Nuel.

“Ini enak seenak-enaknya El. Ya ampun, kok aku baru tahu ya ada nasi goreng seenak ini,” kataku jujur.


Nuel tertawa, “Apa kubilang.. Btw, Ra, besok jalan yuk. Aku belum tahu kemana sih, aku cuma mau jalan aja sama kamu,” serunya sembari garuk-garuk kepala.

Aduh, aku harus jawab apa ? Besok kan aku mau jalan juga sama Rendra. Hmm..

“Umm.. Ada-ada deh kamu. Tapi boleh deh. Kita pergi siangan aja, soalnya paginya aku udah ada janji,” seruku seolah santai.

Nuel mengangguk pasti dan tersenyum, “Aku jadi tambah semangat deh Ra,” celetuknya.

“Semangat untuk ?”

“Oh.. Ini.. Semangat untuk ngabisin nasi gorengnya, hehe..” sambungnya.

“Ra.. Aku berangkat 1 minggu lagi, kamu ingatkan ? Aku akan nunggu Ra,” katanya mengingatkan hal itu lagi.

“Umm.. Iya El, aku ingat. Kasih aku waktu sebentar lagi ya,” aku memang masih belum tahu akan menjawab apa.

Selesai makan, tak lama itu kami mengobrol tentang kantor, dan kemudian Nuel pamit untuk pulang.

“Makasih nasi goreng enaknya ya El. Hati-hati dijalan.”


“Dengan senang hati Ra. Daa..” ia pun berlalu.

Besoknya, aku pun bersiap untuk bertemu dengan Rendra dan Nuel, hari ini, di waktu yang berbeda. Sementara itu, aku sudah harus menjawab pertanyaan Nuel.

Rendra telah menjemputku 2 menit lebih awal.

“Hai Neera, ayok.” Ajaknya.

Akupun bergegas naik, dan kami pun berlalu. Tak banyak obrolan yang terjadi saat dalam perjalanan.

“Naah, sampai. Ini tempat makan favoritku. Semoga nanti kamu juga suka ya. Ayo masuk,” ungkapnya.

Kami langsung memesan beberapa makanan dan minuman.

“Ren, aku boleh nanya sesuatu,” dia mengangguk, “.. Kamu jadi berangkat ke Australia ?” tanyaku.

“Jadi Neera. Insya Allah, Sabtu depan aku berangkat. Kenapa kamu nanya gitu ?”

“Umm.. Aku mau tahu, tujuan awal kamu dekatin aku..” aku mencoba memberanikan diri mengutarakan pertanyaan itu.

Dia tertawa kecil, “Jujur sejujurjujurnya, aku tertarik sama kamu, karena kita sama-sama suka sunset, mencoba melupakan semua masalah hidup,” jelasnya.


“Setelah tahu kita beda ? Apa yang kamu pikir ?” tanyaku lagi.

“Semua pasangan pasti punya perbedaan Neera..”

“Tapi, perbedaan kita itu very sensitive Ren, and so difficult. Kamu tahu itu kan ?” aku menyela pernyataannya.

Rendra terdiam, lalu memegang tanganku, “Neera, apapun bisa aja terjadi, kalau kamu percaya aku, kita pasti bisa menyatu,” ungkapnya.

“Maksud kamu ?”

“Sebenarnya, sebelum berangkat nanti, aku mau kita punya hubungan yang lebih serius Neera. Tapi, aku mau kita berada disisi yang sama, kamu ngerti kan maksud aku ? Tapi disisi lain, aku nggak mau maksa kamu,” ungkapnya lagi.

Emosiku sedikit mereda, “Maaf ya Ren, aku sedikit.. Hmh.. Kalau soal itu, mungkin aku nggak akan bisa Ren, nggak akan bisa,” ungkapku pelan namun yakin.

Rendra mengangguk tersenyum, “Iya, aku ngerti kok. Berarti, aku ini ditolak ya ? Yaudah lah, nggak apa-apa, aku kenal kamu aja udah senang Neera, hehe..” lanjutnya lagi.

Aku tersenyum, “Sebenarnya ini yang aku suka dari kamu Ren, kamu itu lucu, nyenengin, dan nggak terlalu memikirkan masalah yang ada,” ujarku jujur.


“Ah, kamu bisa aja Neera, aku kan jadi malu. Btw, makan yuk, aku laper, hehe..” serunya kelaparan.

Aku sih tertawa terus melihat tingkah lucu Rendra. Untungnya, dia bisa mengerti bagaimana sisi perbedaan kami yang sesungguhnya.

Banyak perbincangan yang kami utarakan. Bahkan, dia sempat bilang, kalau pertemanan ini jangan sampai dicoret atau dihapus.

“Ren, kamu habis ini mau kemana ?”

“Aku, mau ke.. Kemana ya, tujuan hidupku belum tertata lagi Neera, haha..”

“Iih, bercanda mulu deh kamu,” kataku kesal.

“Iyaa iyaa.. Habis ini aku mau ketemu teman sih, di sini juga kok. Memang kenapa ?”

“Umm.. Aku juga sih mau ketemu teman kantor di sini.”

Terlihat dari kejauhan, Nuel datang.

Namun, secara tak sengaja tapi bersamaan, aku dan Rendra berteriak sambil melambaikan tangan.

“El..!”

“Nu..!”


“Loh, kamu... Kenal sama Nuel ?” tanyaku dengan heran.

“Kamu juga kenal ?” balas tanya Rendra.

“Di, Kamu kok di sini ?” tanya Nuel.

“Di ?” tanyaku pada Rendra.

“Rendra Suryadi, nama belakangku,” ungkapnya.

“Jadi selama ini, Neera yang kita maksud sama ?!” Nuel terbelalak lalu tertawa.

“Sorry, udah ganggu waktu kalian berdua. Semoga bahagia ya Ra. Aku pamit,”  Nuel pun berlalu.

“Nu ! Kamu salah paham!” teriak Rendra, “Aku bakal jelasin ke kamu. Nuel !”

Aku benar-benar bingung apa yang sebenarnya terjadi.

~ mohon bersabar, part terakhir akan segera terbit.. ~


Posting Komentar

0 Komentar