Sanggupkahku ? [ Part II ]




Hari Minggu pun tiba. Pagi itu pukul 11, Om Robby menyuruhku untuk datang kesebuah rumah sakit, rumah sakit yang sama yang aku datangi kemarin. Namun, aku tak bertanya apa-apa, sampai saatnya aku bertemu Om Robby.

"Hana, sebelah sini," ujar Om Robby yang menungguku di lobby, lalu mengajakku bertemu Reno.

Dengan pelan aku berjalan menuju Om Robby. Lorong yang sama yang ku telusuri waktu itu. Sepertinya aku tak sanggup melihat keadaan Reno dibalik ruangan itu. Aku belum siap.

"Hai, Hana, apa kabar ?" sapa Reno.
Aku merasa sangat terkejut saat melihatnya, "Hai, No. Aku baik. Kamu.. Semoga segera pulih ya No," mataku tiba-tiba terasa perih, hampir saja setetes air mata jatuh.
Reno tersenyum, "Nggak akan pernah bisa pulih Na. Aku akan selalu duduk di kursi roda canggih ini. Dan menyusahkan orang-orang sekitar," ucap Reno, sepertinya ia merasa rendah rendah diri.

"Jangan mulai lagi Reno. Oh, Hana, Om tinggal sebentar ya. Silakan kalian ngobrol dulu," seru Om Robby dan lalu meninggalkan kami.
Aku mengangguk, "Makasih Om."

Terasa senyap, dan sedikit canggung.

"Kamu udah lama balik dari Singapura ?" aku membuka percakapan.
"Hampir 3 tahun. Setelah kecelakaan.." Reno menatapku nanar, menghela napas panjang, dan mulai bercerita, ".. Harusnya aku naik motor waktu itu. Dan nggak pergi ninggalin tunanganku, padahal dia udah ingatkan aku untuk tidak pergi. Tapi, aku tetap saja pergi, karena memang ada hal penting yang harus aku urus dikantor. Aku tak bisa menghindar saat mobil dari arah depan melaju kencang dan.. Memang sudah nasibku begini. Setelah setahun di rawat di sana, akhirnya papa memintaku untuk kembali ke sini. Dan tak lama setelah mendengar kabar ini, mama mendadak terkena serangan jantung, dan nyawanya tak bisa diselamatkan. Untungnya masih ada papa, yang terus merawatku, walaupun mungkin dia bosan," suasana di ruangan itu semakin senyap, "Papa bilang, kamu sukses nerusin perusahaan ayah kamu ya Na ?" tanya Reno melanjutkan.

"Umm.. Iya No. Aku.. jujur, aku kaget campur sedih waktu pertama kali ngelihat kamu kayak gini, sorry ya No. Aku turut berduka atas meninggalnya mama kamu. Sebegitu lamanya ya kita lost contact. Eh, No. Aku boleh ajak kamu jalan-jalan keluar ?" ajakku, yang sebenarnya ingin mencari suasana yang agak berudara aja.
"Boleh, asal jangan keluar negeri ya," celetuk canda Reno.
Tawapun meninggalkan jejak di ruangan itu.

Aku dan Reno berbincang sambil berkeliling taman rumah sakit. Ya, namanya rumah sakit, ditamannya juga masih tercium aroma-aroma obat.

"Aku di vonis lumpuh oleh dokter, seluruh tubuhku. Dan tulang belakangku sempat patah parah. Dan hal itu membuatku tak bisa bergerak. Aku merasa tak mampu berbuat apa-apa lagi," jelas Reno, lagi-lagi ia merasa bahwa dirinya sudah tak berarti.

Kami berhenti, dan menghadapkan Reno kepadaku yang duduk di bangku taman.

"No, di sekitar kamu masih banyak orang-orang yang peduli dan sayang sama kamu. Jadi kamu harus semangat dong, kayak orang-orang terdekat kamu yang selalu semangat buat semangatin kamu," aku seolah bersikap tegar di hadapan Reno.

"Kamu nggak banyak berubah ya Na. Tetap baik hati. Tapi sayang, kayaknya kamu belum nikah-nikah ya.." ledeknya.
"Nggak usah ngeledek gitu deh. Memang susah ya menyembunyikan status sama wajah tua, haha.." sambil memegang kedua pipiku bertopang dagu.
Reno yang memperhatikanku lalu berucap, "Kamu masih cantik kok, kayak dulu. Eh, ntar aku naksir lagi sama kamu, haha.." seru Reno tertawa terbahak.
"Ada-ada aja deh kamu No. Eh, papa kamu tuh, udah mau balik kayaknya," aku dan Reno pun langsung menghampiri Om Robby.

"Asyik sekali yang lagi bernostalgia. Hana, makasih banyak ya sudah temani Reno. Om sama Reno pulang dulu. Kamu kapan-kapan mampirlah ke rumah, siapa tau Reno butuh teman ngobrol lagi, ya Reno ? Haha.." seru canda Om Robby.

Reno tampak ikut tertawa.

"Hehe.. Siap Om. Nanti aku datang bareng mama deh. Bye Reno, hati-hati Om," aku pun melambaikan tangan kepada mereka.

Sesampainya di rumah, aku langsung cerita ke mama. Dan, mama juga mengajakku untuk mengunjungi mereka lain waktu.

Besoknya kembali ke rutinitas kantor yang super sibuk. Karena banyak jadwal meeting, termasuk dengan team dari perusahaan Om Robby.

"Hana, boleh Om ajak kamu makan siang ? Ada yang ingin Om bicarakan sama kamu. Ini tentang Reno," ujar Om Robby sesaat setelah meeting berakhir.
"Iya boleh Om," ada apa lagi dengan Reno ? Aku mulai tak fokus berpikir.

"Hana, sebelumnya Om minta maaf sama kamu. Entah kenapa akhir-akhir ini Reno terlihat sangat bahagia. Ia seperti tidak sedang sakit. Dan semangat hidupnya seakan kembali. Dan yang sangat Om herankan, setiap kali Om pulang dari kantor, dia selalu bertanya tentang kamu. Belum pernah Om lihat dia sebangkit ini. Pasca kecelakaan itu, dia sempat mengurung diri, dan tidak ingin berbicara oleh siapapun. Dan yang lebih membuatnya sakit adalah, seketika itu juga Elis tunangannya, meninggalkan Reno begitu saja. Seakan dia tak menerima keadaan Reno. Om juga sangat kecewa dengan sikapnya," panjang cerita Om Robby, aku dengar dengan seksama.

"Umm.. Hana cuma ngelakuin yang seharusnya Hana lakuin kok Om. Karena Hana tau, nggak semudah dan secepat itu bisa menerima keadaan Renon sendiri," ujarku merespon cerita Om Robby, ".. Maaf sebelumnya Om, apa benar Reno nggak bisa pulih lagi ?" aku memberanikan diri bertanya hal sensitif.

Om Robby menghela napas panjang dan menggeleng, "Dokter sudah memvonis bahwa kelumpuhannya tak bisa lagi disembuhkan. Tapi, Om hanya berharap, Reno harus bisa menerima semuanya dengan ikhlas. Termasuk Om, harus bisa dengan baik menjaga Reno, dan tetap bersyukur karena dia masih bisa Om lihat di keseharian Om. Maaf ya Hana, Om jadi cerita panjang begini."

"Nggak apa-apa Om. Hana senang kok bisa tau keadaan Reno yang sebenarnya. Dan bisa lebih semangatin dia lagi. Oiya Om, Sabtu besok, aku sama mama mu main ya ke rumah Om," jelasku.

"Oh, yaya, boleh sekali. Ini alamatnya Om catat ya. Terima kasih banyak ya Hana. Kamu sangat banyak membantu bangkitnya Reno kembali," seru Om Robby.

~ yuhuu.. akan ada berapa episode lagi yaa ?? Stay tune ~


Posting Komentar

0 Komentar