Cerpen: Tak Punya Hati





Hai, aku Melly. Aku adalah satu dari sekian banyak orang yang terdampak Corona. Si virus mirip buah rambutan itu, benar-benar menyiksa sebagian orang yang ekonominya menengah ke bawah, termasuk aku.

Jadi, sekitar akhir Maret lalu, gajiku fix di potong setengah karena kondisi ini. Karena aku bekerja di perusahaan tekstil, tapi di kantornya. Memang bukan perusahaan besar, tapi cakupan perusahaan ini bisa di bilang cukup besar, karena setiap bulannya bisa mengekspor lebih dari 1000 lembar kain khas Bali.

Sebagai perusahaan tekstil yang mengekspor barang dagangannya ke luar negeri, jelas, Corona sangat menyiksa kami. Bahkan sebagian dari para pekerja sudah di rumahkan sementara waktu, dan entah sampai kapan. Beruntung, kami memiliki bos yang sangat-sangat baik hatinya, ibu Regina namanya. Beliau berjanji, selama 3 bulan ke depan, akan memberikan sembako kepada kami seluruh karyawannya. Terima kasih bu bos, biar Tuhan yang membalas semua kebaikanmu.

Di satu sisi aku merasa beruntung, namun di sisi lain aku sangat terdzolimi, bersama penghuni kos lainnya. Ya, aku adalah anak kos, maklum juga anak rantau. Yang numpang tinggal di sebidang kamar berukuran 6x8 meter, dan hanya terdapat ruangan kamar sekaligus ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Yang harus aku bayar Rp. 600rb setiap bulannya. Belum lagi pemakaian air dan listrik, yaa mentok-mentok kena Rp. 800rb lah. Sementara gajiku juga tak begitu besar, mengingat baru sekitar 3 tahun ini aku mengabdi kepada bu Regina. Umm.. UMK Denpasar lebih sedikitlah. Dan sekarang cuma dapat setengahnya. Biarpun begitu, aku masih tetap bersyukur karena masih ada pemasukan setiap bulan.

Maaf, ternyata masih ada yang lebih susah dari pada aku, dialah mba Ria, warga satu kos ku, tepat di sebelah kamarku. Dia sudah berkeluarga, punya 1 anak. Dan suaminya kena PHK, karena hotel tempatnya bekerja tutup total. Aku nggak tega waktu dengar ceritanya, malah ikutan nangis dan  hanya bisa menyabarkannya.

Di sebelah kos mba Ria, ada mas Tomi. Dia bekerja sebagai supir travel agen, yang kerjanya antar-jemput tamu di bandara asal luar negeri, dan sekaligus juga mengantar mereka keliling Bali. Jangan di tanya bagaimana keadaannya kini. Dia di rumahkan sementara sampai akhir Juni mendatang, dan seminggu sekali datang ke kantor hanya untuk memanaskan mesin mobilnya. Tadinya dia mau pulang kampung, karena dalam kondisi seperti ini dia bilang lebih enak di kampung, apa-apa tinggal emaknya yang masakin. Bener juga sih, hehe..

Ada lagi warga kosan yang kena imbas pandemi, mas Dana. Seorang web programmer, khususnya bidang otomotif. Rekannya tentu saja para sales mobil, yang setiap bulannya bisa meraih pundi-pundi yang sangat di syukuri. Pemasukannya jelas tergantung dari para sales tersebut, misalnya pasang iklan di google, perpanjang web, update info produk, atau pembuatan website. Nah, pandemi sudah pasti juga menggoyahkan penjualan mereka dong. Jadi ya sama-sama kena imbas yang keterlaluan.

Arif, bekerja di konsulat Jepang. Dia masih tetap bekerja, 3 hari masuk, 3 hari libur, 3 hari masuk, 3 hari libur, begitu seterusnya. Kalau soal gaji, aku kurang mengerti, karena orangnya sedikit tertutup.

Ada satu lagi nih penghuni kosan yang mau aku ceritain. Perempuan setrong ini bernama mba Sully. Dia adalah mitra ojol, ya itulah.. Selama pandemi ini, orderan jelas sepi, ada pun cuma 1-2 perharinya, kadang malah kosong. Jadi, kalau orderan kosong, dia bakal mangkal di satu titik, atau berkelana mencari sembako gratisan, yang udah di info sesama mitra dalam grup whatsapp. Mba Sully punya 2 anak, pertama perempuan yang udah bekerja di salah satu restoran korea di Bali. Anak keduanya laki-laki kelas 6 SD. Dan suami mba Sully bekerja sebagai driver taksi online, yang tentu saja punya nasib yang sama dengan sang istri.

Total ada 6 kamar kos. Kalau di hitung rata-rata untuk pendapatan setiap bulannya dari kosan ini ya, sekitar Rp. 900rb x 6 kamar = Rp. 5.4jt. Banyak yaa..

Oke, karena pandemi ini, pemasukanku dan penghuni kos lain setiap bulannya berkurang, bahkan tidak ada sama sekali. Malahan pengeluaran yang selalu saja bertambah. Jadi, para penghuni kos termasuk aku, berencana mengajukan kepada tuan rumah tercinta untuk memberikan potongan 50% untuk uang kos. Yaa, paling tidak selama 3 bulan ke depan, hanya sementara, sampai pandemi ini benar-benar selesai!

Sebelumnya, aku akan bercerita sedikit soal tuan rumah kosanku. Beliau di kenal sebagai menantu dari keluarga terpandang. Beliau baik sih, bahkan terkadang, senang membawakan kami makanan. Tapi biasanya, beliau lakukan itu jika ada "sesuatu". Misalnya saja, meminjam uang, atau meminta uang kos lebih awal karena kebutuhan mendesaknya. Lantas, beliau tidak memikirkan kebutuhan mendesak kami? Keperluan-keperluan kami? Egois! Padahal, beliaukan tinggal terima enaknya, istilahnya, "hanya ongkang-ongkang kaki saja, uang sudah mendatanginya". Oke, cukup ya ghibahnya.

Well, hasil dari keputusan pengajuan kami, sungguh sangat membuat kami menghela nafas panjang, dan sedikit kesal.

Beliau sama sekali tidak bisa memberikan potongan uang kos. Tapiii.. Beliau memberikan 2x kesempatan membayar uang kos, dalam waktu 1 bulan. Alasannya, semua sudah keputusan sang suami. Dan alasannya lagi, sejak bulan lalu, kosan sudah sepenuhnya di pegang oleh sang suami. Padahal, selama ini yang kami tahu, sang suami selalu menyerahkan masalah kosan kepada beliau, dan tidak mau tahu. Karena suami beliau juga masih bekerja mengurus proyek, jadi nggak sempat mengurus hal semacam ini. Ah, sudahlah..

Hal ini benar-benar membuat kami geram, geleng-geleng kepala, sampai mengelus dada. Percuma saja menceritakan hal sedih kepada beliau, kalau sama sekali tidak ada rasa iba dalam hatinya.

Sampai mba Ria bilang padaku, 

"Udahlah Mell, biarin aja. Memang begitukan sifat tuan rumah. Tadi aja Rio lagi main sepeda di depan, tapi dia nggak di tegur sama sekali, mungkin karena mba belum bayar sisa uang kosan, karena mba bilang baru bisa bayar awal bulan depan," ujarnya sembari tertawa kecil.

Rio itu anaknya mba Ria, umurnya mau 3 tahun. Padahal biasanya tuan rumah selalu menyapanya saat bermain, tapi hanya karena masalah uang, beliau acuh, sekalipun dengan anak kecil.

Aku nggak habis pikir sih. Setega itu beliau bertindak. Yang jelas, aku dan yang lainnya masih bisa bersyukur, karena kemarin ada rezeqy berupa sembako yang di beri mas Dana. Yang kemudian ia bagikan kepada kami para penghuni kos.

Juga suami mba Ria, yang tetap berbagi walau keadaannya sempit.

Pelajaran yang bisa aku ambil di sini adalah, jangan pernah mengeluh hanya karena kedzoliman satu pihak. Karena masih banyak orang baik yang lebih mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri.

Dan hal ini juga mengingatkanku tentang Firman Allah dalam Surat At-Thalaq Ayat 7, "Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya."

Yah, apapun itu, semoga aja pandemi ini cepat berlalu, dan kita di beri limpahan rahmat dan rezeqy yang lebih luas lagi, aamiin..


Posting Komentar

4 Komentar

  1. hihihi bisa gitu yak :D

    BalasHapus
  2. Cerpennya bagus mba. Efek covid ini memang dahsyat bngt... Di Jogja juga bnyk yang kena PHK/dipotong gaji

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bund, sampai hati ya kalau masih ada orang yang nggak punya hati untuk sedikit saja membantu.

      Hapus

Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih, sampai jumpa!