Cerpen: The Nuna



- Cerpen: The Nuna - Hi! Aku Tito. Aku punya pacar namanya Nuna. Dan dia itu adalah K-Popers. Maklumlah anak zaman now. Dia baru lulus kuliah sekitar 5 bulan lalu, fresh graduate dan sekarang.. Bentar-bentar, kok aku jadi ceritain dia ya. Ok skip aja.

Jadi, Sabtu kemarin aku sama Nuna jalan bareng ke Ubud, Bali. Tadinya sih mau naik motor, tapi karena pacar tersayang ini takut kulitnya 'gosong', ya jadinya pake mobil aja.

Ceritanya di Ubud ini mirip-mirip sama Kuta, Bali. Agak susah cari parkiran. Dan akhirnya parkir di central park. Waktu itu kita sampai di waktu dzuhur, sekitar jam 1 lebih. Pas udah parkir, kebetulan Nuna bawa bekal dari rumah, seadanya. Begitu selesai..

"Kita sholat dulu ya baru keliling," ajak Nuna.
Dan aku menyetujuinya, tapi.. "Musholanya lumayan jauh lho. Adalah 7 kiloan. Kamu mau jalan ?" ujarku.
"Iya nggak apa-apa, yok!" serunya semangat.
"Ntar kamu item lagi," ledekku.
"Tuhkan kamu apaan sih, udah ayook..!!" kata Nuna sembari memukul pelan pundakku.

Dan kamipun berjalan sembari bercerita yang ringan-ringan.

Sekitar 3 km sudah kami lalui.

"Masih jauhkah ?" Nuna mulai panik.
"Umm.. Didepan ntar ada pertigaan belok kanan, ketemu perempatan belok kiri, luruuuus sampai.." jelasku lalu berhenti bicara.
"Sampai ?" tanya Nuna.
".. Sampai pertigaan lagi belok kanan, terus ntar ada gang sebelah kanan, baru deh sampai," lanjutku.
"Masih sejauh itu yaa.. Hahh.." hela napas panjang Nuna.
"Iyaa.. Tapi nggak sepanjang kisah asmara kitaa.." celetukku nyengir-nyengir.
"Apaan sih.. Aku kan udah bilang Mas Titoo.. Kalau aku.." omongannya lalu aku lanjutkan.
".. Masih mau kerja dan belum siap menikah."
Nuna terdiam.
"Nanti setelah menikahpun, kamu masih boleh kerja kok, sama-sama berusaha, sama-sama nabung, jadi sama-sama saling melengkapi, simple kan?" kataku menjabarkan.
"Iya.. Tapi intinya aku masih belum siap, dan merasa belum mampu untuk jalan kesana Mas.." sambungnya lagi.
"Kamu nerima aku jadi pacar kamu, karena apa coba?" tanyaku pada Nuna.
"Ya karena Mas itu baik, perhatian, kerjaan juga udah jelas, terus cocok lah jadi imamku nanti," jawab Nuna sedikit menyenggol tanganku.

(Oiya. FYI, aku sama Nuna sama sekali nggak pegangan tangan atau gandengan ya, serius. Ok skip.)

"Nah, aku jelas lho denger kalimat kamu yang terakhir. Terus apa yang kamu ragukan dari aku?" seruku lagi, sekedar memastikan.

"Ya nggak ada sih. Cuma akunya aja yang belum siap Mas," lagi-lagi Nuna menjawab hal yang sama.

Baca juga: Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen) Kyndaerim

Kami terdiam sejenak, karena lelah berjalan tapi bukan dengan hubungan ini.

"Hampir sampai nih kita. Nah, itu dia gangnya."
"Alhamdulillah.."

Selesai sholat, kami beristirahat sebentar. Sambil aku dan Nuna melihat anak-anak yang yang sedang mengaji di Mushila Ubudiyah.

"Lucu ya. Kayaknya suara guru ngajinya kalah deh sama suara anak muridnya yang lagi semerawut," celeruk Nuna.
Aku tertawa kecil, "Kita kayak lagi nungguin anak kita selesai ngaji ya Nun, haha.."
Nuna juga ikut tertawa pelan.

Setelah itu..

"Pesen grab deh Mas, nggak mungkinkan kita balik ke parkiran jalan lagii, huwaa.." saran Nuna.
"Iyaa iyaa.. Tadi udah kayak musafir aja kita ya.. haha.. Semoga ada yang mau terima orderan kita. Bismillah.."

Dan akhirnya kami pun tiba di central park tadi.

"Benar-benar hari yang melelahkan," celetuk Nuna.
"Melelahkan sih, tapi karena sama kamu jadinya menyenangkan, ahhai.." sambungku menggombal dari hati.
Dan tertawalah si Nuna imut ini.

"Mas, kita ini kan beda 5 tahun ya, kamu pernah mikir nggak sih, orang-orang ngelihatin kita kayak kakak adik gitu?" tiba-tiba Nuna bertanya pertanyaan yang membuatku ingin menggombalinya lagi.
"Pernah sih ada temen yang nyamperin aku terus dia bilang, 'To, kamu sama Nuna tuh nggak cocok jadi kakak adik, cocoknya jadi suami istri'," aku melirik tajam sambil alis naik turun.
"Haduuuh.. Kok aku jadi laper ya denger gombalan kamu," ledek Nuna.
"Mau makan dulu atau beli harum manis ?" tanyaku.
"Oiya, harum manis dulu lah, cuss.." sambung Nuna.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam.

"Buruan Mas sholat dulu sekalian cari makan ya," pinta Nuna.
"Siap Noonaaa..!! Kita ke soto langgananku aja ya,"
"Siap Oppaaa!!"

"Alhamdulillah, udah sholat udah makan, sekarang waktunyaaa.."
"Pulaaang...!!"
"Bukan.. Sekarang waktunya menikah," ledekku lagi.
"Beneran ya satu harian ini kena gombal kamu terus," kata Nuna.
"Ya nggak apa-apa dong gombalin calon istri," senyuman Nuna semakin membuatku ingin terus menggombalinya, haha..

Sampailah aku mengantar Nuna pulang.

"Maaf ya tadi buat kamu capek berjalan sejauh 7 kilo bagai musafir cantik yang berkelana mencari cinta sejatinya, eh akhirnya ketemu aku," lagi-lagi aku berhasil buat Nuna tertawa.
"Hahaha.. Udah ah. Makasih ya mas. Aku seneng kok jadi musafir bareng kamu tadi, eaak... Haha.. Bye!" akhirnya dia ngegombal juga, kemudian berlalu.

Ya semoga saja setelah ini Nuna memantapkan batinnya untuk bisa segera siap menikah denganku. Semogaa..!! - Cerpen: The Nuna -


Posting Komentar

0 Komentar