
"Kamu dari mana aja sih?! Aku udah dari tadi nungguin kamu. Ada yang ingin aku bicarakan," ujarnya sedikit membentakku.
"Maaf, aku dari rumah sakit, menjenguk seorang teman. Kamu mau bicara apa?" jelas dan tanyaku balik.
"Aku mau pinjam uang kamu lagi. Urgent! Aku nggak mungkin ngomong sama papa, makanya aku datang ke kamu," ini sudah kesekian kalinya Galang meminjam uangku.
"Sayang, yang kemarin aja belum...." omonganku lalu dipotongnya.
"Kan udah aku bilang, aku bakal ganti secepatnya, ini semua demi kita, masa depan kita!" aku mulai tak mengerti apa maksudnya, kenapa tiba-tiba ngomongin masa depan? Entahlah...
"Memangnya kamu butuh berapa?" tanyaku agar semua cepat terakhiri.
"20 juta," jawabnya dan itu membuat aku sangat shock.
"Apa?! Kamu mau ngerampok aku?!" aku mulai kesal dan mencoba mengusirnya dari ruanganku.
"Kenapa kamu jadi ngusir aku?! Ok ok, aku keluar," dia akhirnya keluar tanpa sepatah katapun.
Seluruh isi kantor heran karena keributan yang kami ciptakan. Aku lalu terduduk dikursiku, menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.
"Maaf bu Vita. Bu Vita nggak apa-apa?" tanya Novi sekretarisku.
Aku menggeleng, "Nggak apa-apa Nov. Novi, tolong batalin semua janji hari ini ya. Saya mau pergi dulu. Makasih Nov," kataku menyampaikan pesan dan pergi meninggalkan kantor.
Aku mengetuk pintu kamar inap Ridho, "Ridho, syukurlah kamu udah sadar. Eh, ayo kita makan dulu, kalian pasti laper kan?" aku menyempatkan membeli makanan untuk Ridho dan Rini.
"Vita, makasih banyak ya. Tapi... Harusnya kamu jangan ngelakuin ini semua. Aku jadi ngerasa nggak enak sama kamu dan... Pacar kamu," ungkap Ridho.
Aku lalu duduk dikursi yang ada disebelah tempat tidur Ridho, "Hmm... Nggak apa-apa kok Dho. Aku tulus bantu kamu, aku ngerasa punya keluarga baru. Karena aku memang hidup sebatangkara. Dan soal Galang, nggak usah dibahas lah. Aku disini kan mau ketemu sama kamu... hmm, dan Rini," aku mendadak gerogi.
Terlihat Rini senyum-senyum, "Ketemu bang Ridho aja juga nggak apa-apa kok kak," sambungnya.
Aku pun hanya tersenyum, "Hmm... Aku balik dulu ya. Besok aku pasti mampir lagi," pamitku pada mereka berdua.
"Makasih ya kak, makasih ya Vit," jawab mereka berdua.
Aku tersenyum melambaikan tangan dan keluar ruangan. Handphoneku berdering, terbaca nama 'my Galang', aku tak menjawabnya, terasa malas dan tak ingin mendengar suaranya. Dan ini adalah panggilannya yang ke 15x, serta 20x pesan whatsapp.
"Pagi sayang... Ini bunga buat kamu. Maafin aku ya sayang. Aku bener-bener minta maaf. Aku nggak bermaksud buat kamu marah. Please, maafin aku," ungkapnya entah dari hati atau hanya dibibir saja.
Aku menghela napas sejenak dan menerima bunga darinya, "Makasih bunganya. Tapi sekarang aku lagi buru-buru. Kita lanjutin nanti ya Lang," kataku dan bejalan menmembuka pintu mobil, tanpa kata pamit, akupun melaju. Terlihat wajah heran Galang yang kulihat dari spion. Aku merasa lega, dan tumben bisa bersikap seberani tadi.
Sampailah aku dirumah sakit, dan langsung menuju ke kamar inap Ridho. Namun saat aku membuka pintu, terlihat Rini sedang membereskan pakaian Ridho. Dan Ridho pun merapikan tempat tidurnya.
"Loh, Dho, kok beres-beres gini, kamu udah boleh pulang?" tanyaku penasaran.
"Iya Vit. Alhamdulillah, aku juga udah ngerasa baikan kok," jawab Ridho.
"Yaudah, aku antar kalian pulang ya," ajakku dan Ridhopun mengiyakan.
Sesampainya dirumah Ridho, aku membantu menurunkan barang-barang.
"Nah, sekarang kita sarapan dulu yuk. Ini aku sengaja tadi masak buat kalian. Maaf ya kalau nggak enak, hehe..." kataku nyengir, semoga mereka suka, batinku.
"Ya ampun Vita. Nggak usah repot-repot. Aku sama Rini jadi nggak enak," ungkap Ridho.
"Ini enak kok Kak. Ayo bang dimakan, jangan malu-malu, malu-malu laper loh, hihi..." ucap Rini meledek.
Tak lama setelah itu, kami pun selesai makan dan membereskannya. Ridho lalu mengajakku berjalan di persawahan belakang rumah mereka. Kami bercerita banyak tentang masa SMA dulu.
"Sejuknya bener-bener menenangkan ya, semenjak terakhir kali aku kesini, nggak banyak berubah. Eh Dho, kamu inget nggak dulu si Anto hampir mau jatuh kelumpur gara-gara di kejar Lili, haha..." ungkapku mengenang.
"Vita, kamu udah lama juga ya pacaran sama Galang. Aku ingat terakhir kali aku menghindar dari kamu, maafin aku ya Vit. Tapi sekarang kita malah dipertemukan gini," cerita Ridho.
Aku tersenyum, "Kamu nggak salah apa-apa kok minta maaf sih Dho. Tapi aku sempat bertanya-tanya juga kenapa kamu sampe ngehindar gitu."
Disela-sela obrolan kami, tiba-tiba handphoneku berdering, Galang.
"Sayang, kamu dimana? Aku lagi ada didepan rumah kamu. Please! Temui aku sekarang. Aku butuh kamu," ucap Galang, dan aku pun segera menemuinya setelah sebelumnya pamit kepada Ridho dan Rini.
"Hati-hati Vita," hanya itu yang kudengar dari mulut Ridho, ucapannya sedikit lirih.
Sesampainya dirumahku, aku melihat Galang sedang menelpon seseorang dan gaya bahasanya sangat kasar, tapi dia seperti memohon-mohon kepada orang diujung telepon. Aku tak ingin menaruh curiga padanya.
"Sayang, sayang... Tolong aku, aku butuh 20 juta sekarang," katanya sambil memegang kedua tanganku.
"Kan aku udah bilang sama kamu, aku nggak punya uang sebanyak itu. Kalau kamu mau, aku bisa bantu setengahnya," akupun akhirnya memberikan uang itu.
Galang mengangguk senang, "Makasih sayang, makasih. Ini semua demi masa depan kita, aku janji," katanya, memelukku sekejap dan lalu pergi dengan lajunya.
Helaan napasku seakan terasa lelah. Sepertinya aku harus beristirahat sejenak.
"Rini, ayok kita berangkat. Mulai hari ini dan seterusnya, aku bakal jemput kamu. Lagian kita kan satu jalur. Siap untuk hari pertama kerja?" ajakku dan menyemangatinya.
"Siap! Maaf ngerepotin ya kak, makasih banyak," ungkap Rini.
"Abang kamu udah berangkat ya?" tanyaku.
"Udah kak jam setengah 7 tadi," jawab Rini.
Kamipun langsung melaju menuju kantor.
Aku senang bisa melihat Rini tersenyum bahagia. Setidaknya senyuman Rini bisa menghilangkan rasa penatku dari sikap Galang yang seolah semena-mena terhadapku. Semoga hari ini dan seterusnya Rini nyaman bekerja disini.
Sesampainya dikantor, semua karyawan melihatku heran.
"Bu Vita maaf, sudah lihat berita di tv?" Novi sekretarisku menanyakan hal yang tak biasa.
"Kenapa Nov? Ada berita apa memangnya?" tanyaku serius, aku memang jarang menonton tv, lebih sering melihat berita atau yang lainnya melalui handphone, dan pagi ini aku memang belum membukanya.
"Ibu harus lihat ini," sambung Novi.
Sontak aku terkejut setelah melihat Galang ada di acara berita kriminal di tv. Aku membaca judul beritanya yang tertulis 'Seorang bandar sabu terciduk saat transaksi narkoba' yang benar saja. Aku langsung berpikir bahwa uang yang dia pinjam selama ini adalah untuk kegiatan haram itu?! Batinku kacau.
Aku mencoba menghubungi keluarga Galang dan mereka juga tidak menyangka dengan apa yang terjadi pada Galang, anak tunggal mereka.
"Semuanya, kembali bekerja ya. Makasih ya Nov sudah info ke saya," ungkapku mencoba menegarkan diri.
"Vita, kenapa Galang bisa jadi begini? Om dan tante benar-benar kecewa. Dia telah mencoreng nama baik keluarga ini," tutur papa Galang, dan aku mencoba menenangkan mama Galang dengan memeluknya.
"Maaf om, Vita juga nggak nyangka Galang bisa berhubungan sama narkoba. Sebelumnya maaf om tante, sudah beberapa kali ini Galang pinjam uang Vita dan jumlahnya nggak sedikit. Tadinya Galang bilang itu semua berkaitan dengan bisnisnya. Maaf om tante, Vita harus cerita ini semua ke om sama tante," jelas dan ungkapku dengan penuh keberanian.
Raut wajah mereka seketika berubah, "Astaga Vita, om benar-benar malu punya anak seperti Galang. Dan om merasa bersalah sama kamu. Jangan khawatir ya Vita, om bakalan ganti semua uang kamu yang dipinjam Galang," jelas papa Galang yang merasa kecewa dengan kelakuan putra semata wayangnya.
"Makasih om tante. Hmm... Ada satu hal lagi yang mau Vita sampaikan. Maaf om tante, sepertinya Vita udah ngerasa nggak cocok sama Galang dan Vita ngerasa Galang itu terlalu over protected sama Vita. Itu yang Vita nggak bisa om tante. Vita tau mungkin itu ungkapan rasa sayang Galang ke Vita. Vita udah bertahan sejauh ini dan mencoba merubah Galang jadi lebih baik, tapi ternyata Vita gagal. Maafin Vita ya om tante," aku merasa menjadi perempuan yang luar biasa berani hari ini, memutuskan hubungan dengan pacar tapi melalui orang tuanya.
Papa dan mama Galang saling pandang, "Nak Vita, om sama tante yang harusnya minta maaf dan berterima kasih sama kamu, karena usaha kamu yang mencoba memperbaiki sikap Galang. Kamu bukannya gagal, hanya saja Galang yang belum bisa meyakinkan dirinya untuk berubah," perkataan papa Galang disambut anggukan oleh mama Galang.
Aku tak menyangka respon mereka sangat baik.
"Sering-sering main kesini ya Vita. Kamu udah tante dan om anggap seperti anak sendiri," lalu mama Galang memelukku dengan erat dan meneteskan air mata.
"Makasih om tante. Vita pamit dulu.
"Tuh kak Vita udah dateng. Aku pergi dulu ya bang," pamit Rini pada Ridho.
"Sebentar Rin. Ada yang harus abang omongin sama kak Vita," Ridho menatapku dalam.
"Aku tunggu dimobil ya kak Vit," ujar Rini dan aku menyetujuinya.
"Vita, aku, turut sedih dengar pacar kamu masuk bui kemarin. Yang sabar ya Vit," ungkap Ridho.
Namun dia heran melihatku malah senyum-senyum bahagia, "Dho, aku udah lama nunggu momen ini. Tapi bukan berati aku nggak sedih, sedihnya cuma sih dikiit... Mungkin memang itu balasan yang cocok untuk dia," kataku yang masih senyum-senyum kecil.
"Hmm... Syukur lah kalau kamu nggak terlalu terpuruk. Kalau pun kamu sedih atau butuh sandaran, aku selalu siap sedia kok untuk kamu Vit," kata Ridho sedikit melirikku malu tapi tetap terasa cool.
Senyumku semakin lebar, dan pastinya semakin manis, "maksud kamu Dho?" tanyaku pura-pura lemot.
"Vita, maaf, bukannya aku ambil kesempatan dalam kesempetitan tapi..." aku lalu memotong penjelasan Ridho.
"Jadi aku boleh ya bersandar sama kamu kalau aku lagi sedih? Aku mau Dho," ya, begitulah tingkah kami.
"Jadi kamu terima aku jadi orang teristimewa di hati kamu Vit?" tanyanya lagi memastikan.
Aku pun mengangguk tersenyum bahagia. Disambut genggaman tangan Ridho yang melingkar di tanganku.
"Ada satu hal lagi yang bikin aku bahagia," ujar Ridho.
"Apa tuh? Yang pasti aku juga ikut bahagia," celetukku.
"Pastilah. Mulai kemarin, jabatanku di resto naik, jadi manajer," ungkapnya
"Wah, selamat ya Dho. Jadi sekarang kita adalah 2 orang manajer yang sedang di mabuk asmara ya, haha..." ucapku terlampau bahagia.
"Ehem.. Ayok-ayok bapak dan ibu manajer. Nanti kita telat lho. Ntar pulang kerja lanjut lagi deh mesra-mesraannya," teriak Rini dari dalam mobil.
Sontak tawa malu-malu kami menghiasi di pagi bahagia itu.



.jpg)


8 Komentar
enak juga baca-baca cerpenya,, tapi klo bisa maunya harus ada poto-photo ikustrasi orangnya,,,jadi alir ceritanya makin terasa ...
BalasHapus@Topik: Makasih sarannya, hehe..
HapusBaca cerpen gini, jadi ingat masa SMA dulu yang suka langganan majalah remaja. Nah, suka banyak cerpen dan kalau membaca selalu berasa terjun di dalamnya. Kreatif banget, salam kenal balik ya.
BalasHapus@Febri: Hehe.. hal yg sama aku lakuin dulu waktu sekolah. makasih banyak udah mampir.
HapusItu kisah manajer yang nggak pakai cerita kondisi nyatanya: jungkir balik di kantor sampai pulang malem, berani pulang teng-go maka penilaian kinerja melorot drastis.
BalasHapus@Dyah: wkwk.. iya agak gimana gitu ya. Makasih kritiknya, hihi
HapusKunjungan Balik telah selesai..Mantap Blog nya Bu Kynda Erim
BalasHapus@mas Doel: siap mas Doel. Makasih kunjungannya.. sering sering ya, hihi
HapusHaii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!