Perempuan Adalah Manusia Seutuhnya!



Perempuan Adalah Manusia Seutuhnya

Keluarga merupakan tempat berlindung dari segala masalah. Sekalipun masalah tersebut berasal dari keluarga itu sendiri. Tetapi keluarga tetap harus merangkul satu sama lain. Namun, apabila terdapat sebuah penolakan terhadap salah seorang yang dianggap "menodai" keluarga tersebut, maka akan timbul sebuah ketidakadilan bagi siapapun yang berada di posisinya.

Dalam hal ini, masalah yang diangkat adalah kekerasan seksual, yang mayoritas terjadi pada kaum perempuan. Kekerasan seksual yang dimaksud adalah pemerkosaan dan pelecehan. Masalah yang serius, tapi belum terlalu serius untuk "diketuk palu".

Jika dilihat dari kekerasan ini, beberapa orang akan mengambil kesimpulan, bahwa si perempuanlah yang memicu terjadinya hal tersebut. Misalnya, karena memakai pakaian terlalu mini, terlalu ketat, transparan, dan sebagainya. Namun, disisi lain, ada pula yang menyimpulkan bahwa, dari sisi lelakilah semua itu bermula. Lantas, mana yang harus dibenarkan?

Menulis Sharing Time

Sharing Time Moment

Pada ODOP Day 11, Senin, 11/01/2021 lalu, ODOPICC x Mubadalah, mengadakan sharing session bersama Muyassarotul Hafidzoh. Yang dibawakan oleh Karimah Iffia, serta sambutan dari tim Mubadalah dan penjelasan singkat mengenai Mubadalah. Kemudian dilanjut sharing time oleh mbak Muyas.

Mengenal sekilas tentang sosok Muyassarotul Hafidzoh, seorang aktivis perempuan asal Yogyakarta ini memiliki 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, penulis 2 novel, Hilda (Cinta, Luka, dan Perjuangan) dan Cinta Dalam Mimpi.

Sedikit membahas tentang Novel Hilda (Cinta, Luka, dan Perjuangan), yang bercerita tentang perjuangan seorang perempuan korban kekerasan seksual dalam "menyambung" hidupnya dan juga untuk mencari keadilan. Didukung sepenuhnya oleh sang ibu, serta orang-orang baik yang terus memotivasi dirinya, agar bangkit dari masa lalunya yang kelam itu.

Singkat cerita, dalam Novel Hilda ini, mbak Muyas ingin menyampaikan, agar lebih memandang setara korban kekerasan seksual dengan cara yang lebih baik. Karena memang, sebagian besar korban kekerasan seksual menerima ketidakadilan dalam hidupnya. Seperti dikucilkan, dihina, disalahkan sepenuhnya. Seolah-olah mereka memang penyebab dari segala masalah yang ada.

Mbak Muyas bercerita, bahwa dari Novel Hilda inilah kemudian beberapa perempuan datang kepada beliau untuk mulai bercerita banyak terkait kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Untuk itu, sharing session ini mengangkat tema:

"Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual"

Lantas, ada pertanyaan, apa itu penyintas? Dan apa bedanya dengan korban?

Menurut apa yang saya tangkap dari penjelasan mbak Muyas kemarin, bahwa, yang dikatakan korban itu adalah, saat ia masih berada pada situasi mengalami kekerasan seksual secara berulang. Sedangkan penyintas adalah, orang yang bangkit dan berjuang dari kekerasan. Berjuang dalam arti, datang dalam keberdayaan untuk melaporkan, berani bersuara, dan benar-benar ingin menjalani pemulihan terhadap kekerasan yang dialaminya.

Perempuan Adalah Manusia Seutuhnya

Takeline ini seolah ingin terus selalu digaungkan oleh mbak Muyas, "Perempuan adalah manusia seutuhnya". Karena memang, perempuan sering kali dianggap tidak utuh, dalam arti, bahwa perempuan itu seolah "barang mainan" yang dengan mudahnya dimainkan setelah itu dibuang begitu saja. Inilah letak ketidakadilan yang kerap kali diterima oleh kaum perempuan.

Mbak Muyas sempat memberikan satu cerita fiktif di awal, dan meminta pendapat kami setelah membaca cerita tersebut hanya dengan memberikan satu kata saja. Berikut adalah ceritanya:

"Pada tahun 2018 Direktur Utama PT Pertamina (Persero) berkunjung di salah satu Kabupaten di Indonesia untuk acara penting bupati tersebut. Direktur Utama tersebut meminta bupatinya untuk memberikan izin istrinya supaya bisa menemaninya menginap di hotel. Bupati itu tidak bisa menolak permintaan direktur utama Pertamina. Akhirnya Dirut dan istri bupati menginap bersama di kamar hotel."

Kebanyakan dari kami menjawab dengan terkejut dan marah. Padahal faktanya, Dirut Pertamina 2018 adalah seorang perempuan, kocak sih ya. Nah, dari cerita ini saja, kita sudah berpikiran jelek terhadap perempuan.

Makanya, mbak Muyas menegaskan agar sebelum menanggapi sebuah masalah atau kejadian, ada baiknya cari tahu dulu bagaimana cerita yang sebenarnya. Jadi, bukan asal menuduh atau malah menghakimi orang tersebut. Hal ini juga memunculkan statement bahwa, perempuan juga berhak menjadi seorang pemimpin, atau meraih jabatan yang tinggi.

Bentuk Ketidakadilan Pada Perempuan

Mbak Muyas berpendapat, ada 5 bentuk ketidakadilan pada perempuan yang sering kali terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut penjabarannya:

1. Marginalisasi

Proses atau perlakuan peminggiran seseorang khususnya karena perbedaan jenis kelamin masih terjadi. Kurangnya pemahaman seksualitas khususnya pada sistem reproduksi kerap menjadi sasaran utamanya. Misalkan ketika seorang buruh pabrik perempuan hamil atau melahirkan, jika ia izin tidak masuk bekerja bisa diancam potong gaji atau bahkan pemutusan hubungan kerja.

Atau masih ada anggapan suatu profesi yang dilakoni perempuan adalah lebih cocok yang berjabatan rendah dan tidak terlalu tinggi. Alasan pandangan tersebut adalah laki-laki akan menjadi tersingkirkan dan merasa direndahkan pula. Padahal akar permasalahan yang memang salah adalah penyebab kuatnya budaya patriarki.

2. Subordinasi

Seseorang berhak meraih kesempatan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial, pendidikan, jabatan dan karier. Memprioritaskan penyerahan jabatan kepada seorang laki-laki daripada perempuan yang juga memiliki kapabilitas yang sama adalah salah satu contoh ketidakadilan. Tidak hanya menomorduakan, pandangan superioritas terhadap laki-laki untuk sebuah jabatan tertentu harus diubah.

Kemampuan kecerdasan bekerja tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan ditentukan oleh kapasitas dan kesanggupannya memikul tanggung jawab.

3. Kekerasan

Seseorang yang diperlakukan kasar bukan dianggap sebagai subjek, tetapi objek yang wajar dijadikan pelampiasan. Telah banyak kasus yang tercatat bahwa perempuan sering dijadikan objek kekerasan oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Tindakan tersebut terjadi karena masih ada anggapan kuasa dan superioritas laki-laki terhadap perempuan.

Sudah demikian, korban kekerasan jika melawan malah dianggap berdusta, mencemarkan nama baik, dan hanya sekedar mencari sensasi. Apabila tidak menaati perintah laki-laki atau suami malah dikatakan durhaka, dan melanggar perintah agama. Tentu ironi yang masih banyak ditemui di lingkungan sekitar kita.

4. Stereotype

Banyak stigma atau label yang melekat pada diri kita karena konstruksi sosial di masyarakat. Misalkan saja, perempuan harus bekerja pada ranah domestik, sedangkan laki-laki pada sektor publik. Anak laki-laki yang mudah menangis dianggap sebagai laki-laki yang lemah atau cengeng, bukannya dianggap sebagai ungkapan emosi yang wajar.

5. Beban Ganda yang Dipaksakan

Biasanya sering terjadi dalam ranah rumah tangga, perempuan yang berkarier di luar harus mengurus urusan domestik juga tanpa bantuan siapapun. Pembagian kerja tanpa kesepakatan seperti ini masih sering dialamatkan kepada perempuan sebagai korbannya. Bukannya malah saling membantu, ada pula laki-laki atau suami yang tidak membantu urusan rumah tangganya sendiri.

Sedangkan laki-laki tersebut bisa jadi tidak banyak bekerja dan hanya bersantai saja.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Tidak bisa dipungkiri, kekerasan terhadap perempuan telah terjadi bahkan sejak dulu kala sampai sekarang. Jenis kelamin perempuan juga selalu menjadi objek ketertindasan dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Budaya membuat perempuan adalah kaum yang tersubordinat, terinferior, budaya patriarkhi, membuat faham ketidakadilan gender semakin menjadi. Bahkan di zaman secanggih ini, masih saja sering terjadi kekerasan terhadap perempuan.

Jika menilik lebih dalam, padahal Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah ada sejak lama. RUU PKS ini dinilai akan mampu memberi angin segar bagi kepastian hukum korban kekerasan seksual. RUU PKS melihat dari kacamata korban kekerasan seksual, karena memang korban adalah bukti utama kekerasan seksual, yang selama ini selalu saja luput dari hukum pidana, serta kerap kali diabaikan oleh masyarakat.

Ketidakpedulian inilah yang selalu menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan seperti tidak penting untuk diutamakan apabila telah terjadi berbagai macam tindak kekerasan yang dialaminya.

Pentingnya Peran Keluarga dan Masyarakat

Di awal tadi, saya juga sudah sempat sampaikan bahwa, peran keluarga sangatlah penting untuk memberikan perlindungan dan motivasi. Menghilangkan rasa trauma berlebihan. Seolah mengamankan keberadaan mereka, sekaligus meyakinkan agar jangan takut untuk menata masa depan.

Mbak Muyass juga memberi tahukan poin-poin penting dalam memperlakukan korban kekerasan seksual. Yakni sebagai berikut:

1. Melindungi korban supaya tidak mengalami ketidakadilan

Bahwa, korban kekerasan seksual juga butuh perlindungan, bukan malah disalah-salahkan, dihina, bahkan nggak dianggap. Lindungi dengan baik, coba menenangkan si korban, agar tidak melakukan hal-hal di luar nalar.

2. Mendukung sepenuhnya korban untuk terus bangkit kembali

Hal ini adalah peran orang-orang terdekat, seperti keluarga dan kerabat. Karena mereka yang biasanya mampu untuk memotivasi korban agar dapat bangkit kembali.

3. Melakukan proses hukum dengan meminta bantuan LBH terdekat

Berani bersuara untuk melaporkan segala macam bentuk tindak kekerasan seksual kepada yang berwajib, supaya pelaku segera diadili, dan agar tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban.

4. Mengobati korban baik luka fisik maupun psikis

Segera mengobati luka-luka korban akibat kekerasan seksual yang dialami. Sekaligus, menenangkan psikisnya agar tidak terjadi trauma yang berkelanjutan.

5. Dampingi selalu sampai korban bisa kembali pulih

Tanpa pendampingan, korban kekerasan seksual mustahil untuk bisa bangkit. Sanggup pun mereka bangkit, tetapi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Maka dari itu, korban kekerasan seksual sangat butuh didampingi, dan diperhatikan perkembangan fisik dan mentalnya setiap saat.

Sebenarnya, poin-poin di atas tidak hanya diperuntukkan oleh keluarga saja dalam memperlakukan seorang korban kekerasan seksual. Namun juga peran serta masyarakat luas supaya dapat melihat sisi baik dengan mengutamakan korban dan kehidupannya mendatang.

Puisi Perjalanan Akan Berakhir ? - Muyas

Penutup

Saya dan kita semua pastinya sangat berharap, supaya kaum perempuan ini janganlah selalu disalahkan, dicap tidak baik, dianggap lemah, dan lain semacamnya. Perempuan adalah manusia seutuhnya, sama seperti manusia lainnya, yang berhak mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Mengubah sudut pandang korban kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan, adalah jauh berbeda dengan perzinahan.


Gif: nimermaxblogger



Posting Komentar

20 Komentar

  1. Terkadang ketika memandang suatu masalah jangan hanya dari satu sudut pandang saja tapi berbagai sisi, jadi kita bisa lebih memahami kenapa masalah itu bisa terjadi. Apalagi waktu baca cerita fiksi dari Mba Muyas, ternyata Dirutnya perempuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak bener, jadi malu sendiri saya sebagai perempuan, huhu..

      Hapus
  2. Bener banget mba Rizky. Sesulit dan apapun masalah yang kita lunya. Keluarga memang tempat ternyaman dan terbaik untuk kembali ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat ya mbak Rina. Semoga keluarga kita selalu akur dan saling melindungi satu sama lain, aamiin..

      Hapus
  3. Yes itu benar. Marginalisasi, subordinasi ,stereotype pernah aku alami. Itu terjadi ditempat kantor saya dulu. Dan syukurnya saya dah resign yeey... tentang novelnya. Jadi penasaran. Judulnya apa kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Novel Hilda, kak :D

      Alhamdulillah ya kak, semoga selalu aman di tempat yang baru.

      Hapus
  4. Suara hati perempuan terwakilkan melalui tulisan ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener nih mbak Pit, aku aja waktu nulis juga meluap-luap gitu emosinya, hihi..

      Hapus
  5. Gegara topik ini juga aku jadi tertarik untuk membahas feminisme yang katanya dari Barat. Feminisme muslim sebagai tandingannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ya mbak Ji, memang butuh buat dikulik tuh.

      Hapus
  6. kupikir puisi mbak ky tadi loh. semoga di antara kita semakin banyak tersadar dengan memahami perempuan seutuhnya ya mbak ky... apalagi para penyintas kekerasan seksual ini sering kali malah dikira aib tidak diobati dan jadi trauma

    BalasHapus
  7. Bagus mom tulisannya :) semoga kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan diindonesia bisa terhapuskan, amin

    BalasHapus
  8. Suka quotenya, kekuarga memiliki peran utama ya. Dan besar.. nice kak!

    BalasHapus
  9. Sebagai lelaki, aku prihatin atas banyaknya kekerasan yang dialami perempuan. apalagi terjadi di ranah keluarga -_-

    BalasHapus
  10. dalam hal ini, benar sekali peran keluarga sangat dibutuhkan. Seperti istilah sudha jatuh tertimpa tangga. Jika bukan keluarga, siapa lagi yang akan menolongnya?

    BalasHapus
  11. Ternyata tanpa disadari banyak banget hal-hal tidka adil yang terjadi kepada perempuan. Dan tidka dapat dipungkiri ini terjadi dekat sekali dengan kita mulai dari sterotype yang membebankan bnayak hal kepada perempuan, harus ini harus itu ynag kadangkala gak masuk di akal.

    BalasHapus
  12. Miris banget melihat kasus-kasus kekerasa seksual terhadap perempuan :((
    Jujur saja saya kalau melihat kasus ini bawannya jadi sedih

    Btw, tulisan mbak keren sekali dan opininya mantul banget mengenai tentang kekerasan seksual, tetap semangat mbak

    BalasHapus
  13. Kadang sedih banget ya kak sama nasib korban penyintas seksual. Masih banyak perempuan Indonesia yang bahkan nggak merdeka di rumahnya sendiri. Bersyukur saya tinggal di keluarga yang sangat menghargai saya sebagai manusia dan perempuan

    BalasHapus
  14. setuju banget mba, memang perempuan ini kadanga juga serba salah. apalagi dalam status peran ganda, sering kali orang hanya menilai sesuatu dari luarnya saja

    BalasHapus
  15. makasih mba sayyy tulisannya mewakili kami para wanita .. semoga wanita bisa makin dihargai dan nggak dipandang sebelah mata

    tentu juga maki merasa aman dan nyaman hidup di negeri sndiri

    BalasHapus

Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!