Sanggupkahku ? [Part V]




Di saat aku sedang fokus memberi suapan demi suapan kepada Reno, aku merasa risih, karena ada seorang perempuan yang sedari tadi memperhatikan kami. Dia duduk bersama seorang lelaki. Mejanya berada tak jauh dari meja kami.

"No, kamu lihat nggak perempuan yang duduk disana itu ? Dari tadi dia lihat ke arah meja kita terus," ungkapku jujur.

Reno hanya tersenyum, "Dia itu perempuan yang meninggalkan Reno disaat Reno sedang terpuruk," sambung Om Robby, "Biarkan saja Hana, entah apa yang ada dalam hatinya," aku sedikit kaget dengan pernyataan Om Robby.

"Udah lah pa. Aku udah lupain semuanya," ungkap Reno.

Aku terdiam. Tak lama setelah kami selesai makan, aku pun kembali ke kantor. Dan Om Robby mengantar Reno pulang.

Diperjalanan aku sempat berpikir, seandainya aku menjadi pendamping Reno, apa aku sanggup melalui hari-hariku dengan keadaannya ? Kenapa aku bisa berpikir sejauh itu ? Apakah aku mulai memiliki rasa kepada Reno ? Entahlah..

Aku merenung di kamar semalaman. Memikirkan kalimat terakhir mama. Tetapi makin kesini, aku merasa ada sesuatu yang istimewa yang muncul dalam hatiku. Seperti sebuah rasa ingin memiliki.

Besoknya, aku datang ke kantor terlalu pagi. Karena memang di rumah sudah tak ada kerjaan lagi. Sampai di kantor, ternyata sama sekali belum ada orang yang datang, kecuali pak Adi security. Itu memang kerjaan beliau. Dan pagi ini adalah shiftnya.

Seperti biasanya, aku selalu menghabiskan pagi berkeliling ruangan para karyawan. Sekat demi sekat aku datangi, sambil ku perhatikan. Ternyata, ada sesuatu yang menarik di setiap sekatnya. Seperti ada petunjuk yang mengarahkanku menuju ke pantry.

Alangkah terkejutnya, ternyata semua staff berada disana.

"Selamat ulang tahun mba Direktur Hana. Semoga segera menikah yaa.." serentak semua berteriak membuat pantry seperti bergema.

Aku terharu. Aku bahkan lupa kalau hari ini hari jadiku. Mungkin, karena sudah tak muda lagi, jadi ya bodo amat, haha..

"Terima kasih banyak semuaa.. Kerjaan siapa sih ini, niat sekali," ujarku pada mereka.
"Kata jodoh mba Hana dong, itu dia orangnya datang," celetuk Lia, sekretarisku.

"Reno ?" aku sangat-sangat terkejut akan hal itu.
"Sorry udah bikin kamu kaget. Selamat ulang tahun Hana, maukah kamu menjadi istriku ?" ungkap Reno yang lebih-lebih sangat membuatku terkejut.
"Sorry sebelumnya, aku merasa nggak pantas memang untuk mendapatkan hati kamu. Tapi, aku nggak bisa bohongi hatiku sendiri. Aku susah untuk memendamnya. Jadi, aku beranikan untuk mengungkapkan semua isi hati ini," kata Reno menjabarkan.

"Aku.. Aku mau Reno. Aku mau.." aku seperti spontan mengucap kata itu.

Terlihat raut wajah bahagia Reno. Akupun tak kuasa menahan tangis.

Mendengar hal itu, pihak keluarga besarku meragukan keputusanku untuk menjadi pendamping Reno.

"Hana, kamu yakin ? Kamu ini wanita karir lho, apa kamu mau nantinya kamu akan banyak menghabiskan waktu hanya untuk merawat suamimu yang.. Kami rasa, harusnya kamu pikirkan lagi hal ini matang-matang," begitu kalimat Tante Ningsih, adik alm papa.

"Tante, Hana rasa Hana tahu apa yang harus Hana buat. Hana ikhlas kalau memang itu yang harus Hana lakukan. Tante dan semuanya nggak usah khawatir, Hana minta doakan saja yang terbaik untuk Hana dan Reno," dengan sabar dan tenang, aku menjelaskannya.

Tibalah hari H, hari bahagiaku bersama Reno. Tak perlu menunggu waktu lama.

"Hana, terima kasih banyak karena mau menerima Reno apa adanya. Om tidak pernah melihat Reno sebahagia ini," ungkap dalam peraaaan Om Reno, yang kini menjadi ayahku.

Aku adalah seorang perempuan yang telah memiliki banyak pengalaman di dunia kerja. Dan karirku juga cukup bagus. Aku rasa, aku sudah cukup banyak melewati itu. Dan sekarang saatnya untukku berbagi kebahagiaan dengan orang yang kini menjadi teman hidupku.

~ T A M A T ~


Posting Komentar

0 Komentar