Cerpen: Pencuri Hati



cerpen cinta, cerpen rindu

Aku berjalan menuju halte bis diperempatan. Ini hari pertamaku bekerja dan mau tak mau hanya angkutan bislah yang bisa mengantarku menuju kekantor tempatku bekerja, karena taksi terlalu mahal bagiku. Dan mulailah aku menginjakkan kaki mungilku kedalam bis itu. aku mendapati tempat duduk yang kosong didekat jendela urutan kedua dari belakang dekat pintu belakang pula.
“Begini toh rasanya naik bis, haha. Agak aneh ya. Tapi tak apalah, kalau kata wali band demi sesuap nasi dan sebongkah berlian,” batinku disertai aroma wewangian dari bangku didepanku, menyengat, “Ini orang pake parfum apaan sih, nyengat banget deh,” sambil ku menutup hidungku.

“Begini toh rasanya naik bis, haha. Agak aneh ya. Tapi tak apalah, kalau kata wali band demi sesuap nasi dan sebongkah berlian,” batinku disertai aroma wewangian dari bangku didepanku, menyengat, “Ini orang pake parfum apaan sih, nyengat banget deh,” sambil ku menutup hidungku.

Sambilku perhatikan jalanan, tiba-tiba kumelihat sesosok tampan, dengan motor besarnya dan dengan memakai jaket kulit hitam liris merah, “Wah, warna aku bangeett,” tepat disamping bis yang kunaiki. Dan aku masih memperhatikannya sampai traffic light merubah warnanya menjadi hijau. Aku hanya tersenyum dan membayangkan kalau aku ada tepat dibelakangnya, ya dibonceng olehnya, “Haah, mimpi banget kali ya.”
Aku merasa sangat semangat menjalani hari ini, entah kenapa, “Mungkin karena cowok itu tadi ya? Haha..” batinku sambil tertawa kecil.

“Akhirnya kerjaanku beres. Waktunya pulaang.. Tapii, naik bis lagi ya, hmm..” keluhku sedikit kesal.
Lagi-lagi aku menapaki kakiku kedalam bis, dan lagi-lagi pula aku duduk didekat jendela, “Semoga saja ini keberuntunganku,” lagi-lagi ku membatin.
Dan ternyata memang hari ini adalah hari keberuntunganku dan cukup menghilangkan rasa penatku saat dikantor tadi, aku melihat cowok itu lagi. “Ya Tuhaan..”
Dan kali ini dia menoleh kearahku, lalu menganggukkan kepalanya dan tersenyum, “Ya ampun Eriin, dia ngeliat kamu tuuh..” dalam hatiku berbicara sendiri.
Kalau kata Tere disebuah lagu yang dinyanyikannya, “Bagai hujan siang hari, aku pun tak bisa mengungkapkan kata-kata sedikitpun,” itu yang aku rasakan.
Dan semoga saja senyum itu membawa pertanda baik untukku untuk kedepannya, tentang apapun.

Aku sempat berpikir, kenapa cowok itu selalu tepat persis berada di samping bis yang aku naiki ya, “Aneh. Atau memang hanya kebetulan?”
Namun yang kutau, aku hanya menjalani hari-hariku dengan pekerjaanku yang sekarang ini, ya walaupun belum begitu nyaman bekerja ditempatku sekarang, mungkin karena baru pertama kali ya, jadi aku belum bisa beradaptasi dengan begitu baik. “Ya semoga saja untuk hari-hari berikutnya perasaan tak nyaman itu hanyalah tinggal perasaan saja,” harapku.

Pagi ini aku berangkat lebih awal, bukan karena takut telat, tapi karena ingin duduk didekat jendela, alasannya karena menghindar dari bau-bau yang kurang sedap yang menusuk kehidungku. Apalagi kalau sudah waktunya jam pulang kerja atau anak-anak sekolahan yang masih betah ber-bis ria, wuidiih, udah campur aduk jadi satu deh tuh yang namanya bau tuh. Makanya aku memutuskan tempat favoritku adalah didekat jendela.

Dan salah satu alas an lagi yang tidak bisa ku pungkiri adalah, berharap setiap kali aku berada duduk didekat jendela, aku mengharapkan sosok itu, tampan dengan jaket kulit hitam dan sedikit sentuhan merah itu. “Memanglah yang namanya hati gak bisa dibohongin,” pikirku.
Aku pun mulai celingak-celinguk mencari keberadaan cowok itu. Namun sayang beribu sayang, aku tak melihatnya. “Akunya kepagian kali ya, haha..” aku hanya tertawa dalam hati.

Hari ini aku sudah bisa beradaptasi dengan orang-orang dikantor. Dan ternyata mereka baik-baik. Akunya aja yang berpikiran negative tentang mereka.
Dan saat jam pulang tiba, salah satu teman kantorku mengajak pulang bersama, “Riin, kamu pulang naik apa?” tanyanya dengan sedikit wajah memelas.
“Naik bis. Emang kenapa?” jawab dan tanyaku balik.
“Bis?” Lala malah kaget.
Aku mengangguk, “Kenapa? Gak biasa ya? Jadi kamu mau pulang naik apa? Taksi kah? Nahlo..” seruku meledek.
“Iiih.. Yaudah deh, aku pulang bareng kamu naik bis, tapii..”
“Aahh.. Ayo buruan. Ntar aku gak kebagian tempat duduk deket jendela lagi,” Aduuh, aku keceplosan.
“Deket jendela? Maksudnya?” tanyanya heran.
“Eh, gak gak kok La. Yaudah ayoo,” ajakku dan menarik tangannya.

Dari mulai menginjakkan kakinya kedalam bis sampai terduduk dibangku bis yang pasti disebelahku yang duduk dekat jendela, Lala selalu menutup hidungnya dengan sapu tangan pinknya itu.
“Idiih.. Gak bau apa-apa lagi La,” ujarku sambil mengelakkan tangannya yang memegang sapu tangan.
Sedikit mengendus keadaan sekita, “Ah, boong kamu.  Baunya campur aduk gini,” dan kembali lagi Lala menutup hidung bangirnya itu.
Aku hanya tertawa, dan saat aku menoleh kearah luar jendela, “Astaga, cowok itu lagi. Benar itu dia. Sama persisi dengan yang kemarin.”
Tanpa kusadari, Lala memergokiku, “Ooh.. Jadi ini alasan kamu mau duduk dekat jendela yaa. Hayo ngakuu..” ledeknya sambil tertawa kecil dan menyenggol pundakku.
Lagi-lagi aku tersenyum, Namun aku kaget saat tangan Lala meraih ke jendeja lalu mengetuk kaca jendela.
“Heei.. Ini Erin,” panggilnya sambil melambaikan tangan dan menyebutkan namaku lalu menunjukku.
“Aduuh, Lala bikin malu aja deh.”
“La, apa-apaan sih kamu itu. diliatin tau,” wajahku mendadak berubah menjadi pink pucat.
Entah karena mendengar panggilan dari si gadis berhidung bangir yang sedari tadi duduk disebelahku, atau entah karena tak sengaja pandangannya mengarah kearahku atau kami lebih tepatnya.
Sambil tetap dengan PD-nya Lala melambaikan tangannya itu, “Tuh kan Rin, dia ngeliatin kita.”
“Lala benar. Matanya begitu indah, senyumnya begitu dalam.. Aah..” aku kaget saat kebetulan pula aku mendengar lirik itu di ipod-ku yang sedari tadi aku pasang dengan headset.
Tak lama, saat lampu hijau menyala, cowok itu pun melaju kencang.
“Ciiyee.. Ada yang senang banget niih,” ledeknya lagi dan menyenggol pundakku.
Aku hanya tersenyum.

Pagi ini kurasakan berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Apa karena efek mimpi tadi malam ya, yang menurutku indah, bahkan sangat. “Hahh..” teriak kecilku sambil mengacak-acak rambutku yang memang sudah berantakan sejak bangun tadi.
Aku langsung bergegas bersiap berangkat menuju kantor.
“Mimpi itu memang dahsyat banget ya, sampai-sampai terinbox terus dalam ingatan. Sangking indahnya, sampai histeris nggak ketulungan, hhuh..”, seruku dalam hati.

Dan aku telah duduk tenang didalam bis, seperti biasa, bangku dekat jendela, namun kali ini urutan agak ke depan, lewat sebangku di depan pintu depan.
Aku menyalakan ipod-ku. Mendengarkan lagu-lagu favoritku. Aku lalu terkejut dan menghentikan hentakan kakiku, karena pandanganku menangkap sesosok yang sama seperti kemarin, ya cowok itu. Tapi dengan siapa? Ada seseorang sedang duduk dibelakangnya, dengan tangan yang memegang erat pinggangnya. Yang jelas cewek itu bukan aku, dan gak mungkin aku.
“Mungkin ini pertanda mimpi semalam. Aku bertatap muka, bahkan berbincang dengannya, cowok itu,” dalam hatiku sedikit menyesalinya.


Satu hal yang aku ingat..
Aku hanya mengaguminya..
Dialah pencuri hatiku..
Sekalipun orang itu sama sekali gak pernah aku kenal..
Dan hanya dengan senyuman atau tatapan matanya saja aku sudah merasa sangat bahagia, itu saja sudah cukup buatku..
Ibarat dedaunan yang menanti datangnya sang embun pagi, sejuk..
Dan aku merasa dialah makhluk yang paling indah yang pernah aku temui..


Posting Komentar

2 Komentar

  1. Anonim22:14

    nice story sweety,,
    itulah kenangan, meskipun hanya sesaat hadir di kehidupan, tapi dia memiliki tempat tersendiri dalam ingatan.
    #rasa2nya teringat akan sesuatu,, :>
    #RP

    BalasHapus
  2. @RP : terima kasih. #rasa2nya sesuatu itu harus selalu diingat :>

    BalasHapus

Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih, sampai jumpa!