Pertemuan Senja [Part III]




"Aku kan belum dapat nomor Hp kamu, masa udah di suruh pulang sih," serunya dengan gaya sok lemas.

Aku tertawa kecil, "Aku kan nggak nyuruh pulang. Yaudah deh, karena kamu udah bela-belain datang ke sini. Ini, aku udah tulis tadi di kantor," kataku sambil memberinya secarik kertas bertuliskan nomor Hp-ku.

"Alhamdulillaaahhh, terima kasih Ya Allah, makasih banyak ya Neera. Kalau gitu, kita lanjut telponan boleh ? Udah hampir maghrib juga nih. Pulang yuk."

Aku mengangguk tersenyum.

"Kamu duluan deh Neera, aku naik ojol, lagi malas bawa motor sendiri, pengennya diboncengin, hehe.."

"Ada-ada aja kamu. Benar nih nggak apa-apa ? Yaudah, aku duluan ya.. Daa.." pamitku padanya.

Ku lihat dari spion, dia semangat melambaikan tangan padaku.

Setelah aku sampai dirumah, Hp-ku berdering, dari nomor tanpa nama.

"Halo."

"Halo Ra, ini aku Nuel. Kamu udah dirumah ?" aku kira telpon dari Rendra.

"Udah 15 menit lalu. Ada apa El ? Kamu ganti nomor ya ?"

"Oh, ini nomor temenku, Hp-ku lagi lowbat. Yaudah kamu pasti capek, istirahat ya Ra. God bless you," seru Nuel.

"Makasih El."

Tak lama setelah itu, baterai Hp-ku low. Dan aku langsung menge-charge-nya dalam keadaan menyala, namun tidak dengan paket datanya. Sambil mengecek pekerjaan kantor, sudah hampir 3 kali aku menguap karena ngantuk, "Kok rasanya capek sekali ya," akhirnya aku berberes dan lalu pergi tidur.

Besok paginya, aku merasa tak enak badan. Kepala pusing, dan sedikit demam. Akhirnya, aku izin untuk tidak masuk kantor. Kemudian kembali berselimut, setelah meminum obat.

Kurang lebih 2 jam tertidur karena pengaruh obat, kudengar Hp-ku berdering, tapi lalu mati. Dan kulihat 3 panggilan tak terjawab dari nomor tak di kenal. Apa mungkin itu Rendra ? Aku mencoba menelpon balik.

"Halo."

"Halo, Neera ? Sorry ganggu. Ini aku Rendra. Aku coba Whatsapp kamu, tapi lagi nggak aktif ya ? Makanya aku telpon aja."

"Ya ampun, nggak apa-apa kok Ren. Semalaman hp aku charge, terus aku tidur cepat, karena nggak enak badan," jelasku.

"Aduh, kamu pasti ketularan aku ya.. Maap ya Neera," seru Rendra merasa bersalah.

"Ah, nggak kok Ren. Akunya aja yg kecapekan, hehe.."

"Gini deh, aku jenguk kamu boleh ? Sebagai permintaan maafku, gimana ?" ujarnya.

"Memang kamu udah sembuh ?" tanyaku.

"Alhamdulillah, udah, mungkin setelah dapat nomor kamu, hehe.." serunya bercanda.

Aku tertawa, "Syukurlah. Aku share loc ya.."

"Ok Neera."

Di waktu yang sama sore itu, Nuel juga menjengukku sepulang dari kantor.

"Hai Ra. Gimana, udah enakan badannya ? Aku bawain bubur ayam kesukaan kamu nih," ujar Nuel.

"Puji Tuhan, udah mendingan El. Duduk deh, aku ambilin minum ya."

Beberapa saat kemudian..

"Ra, aku.. " Nuel seperti ingin bicara, namun ia terlihat ragu.

"Kenapa El ?"

"Aku dapat tawaran bekerja di luar negeri. Sebagai asisten manajer."

"Wah, selamat ya El. Kamu pasti senang sekali. Dan aku juga ikut senang dengarnya"

"Makasih Ra. Kamu tahukan, ini impianku dari dulu, bekerja di luar negeri. Tapi.. Ada satu hal lagi yang aku ingin kamu tahu."

Raut wajahku berubah, ingin tahu.

"Aku, ingin melamar kamu Ra, sebelum aku berangkat sekitar awal bulan depan."

Aku terkejut setengah mati, dan entah apa yang ada dipikiranku sekarang.

"El, kamu.. Kamu serius ??" tanyaku memastikan.

"Aku belum pernah seserius ini Ra. Mungkin memang waktunya kurang tepat, karena kamu juga belum benar-benar pulih. Tapi mau nggak mau, aku harus mengatakan ini secepatnya. Karena.. Aku takut.. Takut kehilangan kamu."

Tatapan mata Nuel begitu dalam. Tapi, aku sama sekali tidak punya perasaan terhadapnya. Aku menganggapnya hanya sebagai teman kantor biasa.

"Kamu nggak harus jawab sekarang kok. Aku akan nunggu sampai sebelum aku berangkat. Get well soon Ya Ra. Aku pamit."

Aku hanya mengangguk tersenyum. Masih tak percaya dia mengungkapkan semuanya itu. Padahal, aku selalu bersikap biasa.

Tak lama berselang, Rendra pun tiba di kediamanku, dengan membawa sekeranjang buah, yang telah dibungkus cantik.

"Assalamu'alaikum. Eh, astaga, sorry sorry aku lupa, aduuh.."

Aku tertawa kecil, "Nggak apa-apa kok Ren. Ayo masuk, sini duduk. Sorry ya, aku makan sendiri, barusan teman kantor yang bawain. Eh, aku ambil minum dulu ya, bentar bentar.."

"Makasih banyak Neera. Rumah kamu asyik ya. Kamu tinggal sendiri ?" tanyanya dengan gaya suara yang khas.

"Iya aku sendiri. Orang tua tinggal di Manado."

"Ooh.. Eh, ini aku bawain buah buat kamu, dimakan ya, biar cepat sembuh, biar segar. Terus sekarang kamu udah sehat ?"

"Udah mendingan kok."

"Syukurlah. Eh, bentar ya, aku angkat telpon dulu." "Halo Nu, ada apa ? Oh, iya iya.. Sebentar lagi aku ke sana ya."

"Neera.. Aku balik dulu ya. Kamu sehat-sehat ya, biar kita bisa lihat sunset lagi, hehe.."

Lagi-lagi aku hanya kuat tersenyum dan lalu melambaikan tangan pada Rendra.

Sebenarnya, aku masih memikirkan ucapan Nuel tadi. Apa yang harus aku lakukan ?

~ lagi dan lagi masih bersambung.. ~


Posting Komentar

0 Komentar