"Sin, jadi kamu mudik minggu depan?" tanya Farah teman seprofesi Sinta.
"Jadilah, udah booking tiket kok," jawab Sinta.
"Nggak sekalian beli tiket balik?" tanya Farah lagi.
"Ah gampaaang, H-1 aja aku pesannya," jawab Sinta yakin.
"Tapi kemarin ada berita kalau harga tiket pesawat bakal naik lho Sin, di tambah bagasinya yang harus beli per kilonya," jelas Farah dengan ke-update-annya.
"Masa sih, aku kok baru tau. Hmm.. Hoax aja itu kaliii.." tepis Sinta.
"Iya juga sih, coba aja nih ya, kalau sampai harga tiket pesawat naik, siapa yang mau beli ya, bakalan sepi tuh bandara pasti," jelas Farah dengan analisanya.
Namun setelah di lihat, ternyata Sinta sudah pergi entah kemana.
"Lho, barusan aku ngomong sendiri? Laah," ucap Farah pelan.
Tibalah dimana Sinta hendak mudik ke kampung halaman yang so far away dari tempat kerjanya itu.
"Yes, akhirnya sampai jugaa.. Cus menuju ke home sweet home.." teriaknya sambil berlari dengan ransel gunungnya.
Sinta hanya tinggal dengan adik laki-lakinya yang sudah bekerja pula. Orang tua mereka sudah lama meninggal.
Day by day berlalu. Sinta sudah hampir satu bulan berada di kampung halamannya.
"Aarrgghh!! Ini tiket kok mahal banget siiih! Kalau harga biasa udah bisa beli buat 10 orang. Gila ya!" Di sudut kamarnya Sinta geram.
"Hallo Sin. Kok kamu keenakan gitu mudiknya. Anak-anak udah pada nyariin kamu niih. Mereka kangen katanya," terdengar suara mungil Farah di ujung telpon.
"Ampun deh Farah, ampuun.. dari kemarin ya aku cek harga tiket itu mahaaal banget.. Sampe pusing aku mikirin balik nih, adik aku juga nggak mungkin bisa bantu dengan harga semahal itu," emosi Sinta tak terbendung.
"Kan kemarin udah aku bilang ke kamu, kenapa nggak sekalian booking tiket balik, tuh kamu sih nggak dengerin aku, malah tiba-tiba nghilang, huuh," kesal Farah.
"Ya.. Karena aku pikir itu nggak bakal mungkin kejadian Far. Sepi dong bandara kalo tiket aja semahal itu, ya kan?!" lanjut Sinta.
"Exactly! Itu yang aku bilang sama kamu kemarin. Yaudah gini aja, tunggu sampai bulan depan kalau harga tiket masih belum turun juga, kamu ambil cuti dulu aja. Gampanglah Siiin.. Toh juga nggak ada ikatan kerja kan kita," jelas Farah memberi solusi.
Sejenak Sinta menghela napas, "Gitu ya, hmh.. Aku titip anak-anak ya Far. Itu jadwal pelajarannya ada di laci meja, aku udah konsep semuanya. Btw, thank you Farah, muach muach.." ujar Sinta.
"Okay bu guru Sinta yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung," canda Farah.
Sinta dan Farah adalah satu dari sekian banyak perempuan muda lulusan sarjana yang membangun sekolah untuk anak-anak jalanan di sekitar kota mereka. Ya walau hanya sekolah biasa yang di bangun dengan hasil jerih payah mereka sendiri, tapi mereka berhasil mendidik setidaknya 25 anak jalanan. Namun disisi lain, pemerintah setempat seolah tutup mata tutup telinga. Dan Sinta yang seorang perantauan, tidak bisa berbuat banyak, di saat Ia rindu bertemu sang adik di kampung, namun harus merelakan anak-anak didiknya yang sementara waktu belum bisa Ia temui lagi, hanya karena harga tiket yang terlampau mahal.
Semoga saja pemerintah segera memikirkan betul persoalan ini. Karena tidak sedikit para perantau mengadu nasib di kota orang, namun semua jerih payahnya habis hanya untuk membeli tiket pesawat yang terlalu mahal !
Sekian.
0 Komentar
Haii! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan ya. Silakan baca artikel lainnya dan tinggalkan jejakmu. Terima kasih!