Cerpen: Mister Pr



cerpen cinta

Ini kali ketiga Dila menemukan surat didalam lembaran buku tulisnya. Sebelum sholat ashar, Hevy teman sebangkunya bilang, "Dil, ada yang kirim salam, kak Gunawan, ciyeeh..." aku hanya tersenyum agak sinis sambil menghitung berapa kali sudah Hevy menyampaikan pesan itu padaku, "Wa'alaikumsalam," jawabku. "Nggak kirim salam balik nih?" tanya Hevy meledek. Aku hanya meliriknya sedikit sinis, serius namun bercanda. "Udah ah, sholat dulu." ajakku.

Dila bersekolah di salah satu SMA terfavorit dikotanya. Seorang sekretaris OSIS. Waktu itu tim OSIS sedang mengadakan rapat menjelang pensi yang akan diadakan 1 bulan mendatang. Hevy terlihat buru-buru melipat mukenahnya, "Mau langsung pulang Vy?" tanya Dila. "Iya nih, mau bantu mama bikin kue, hehe..." jawabnya nyengir. "Kalau bantu makan sih aku percaya," ledekku sembari menyenggol bahu empuknya. "Tau aja. Aku duluan ya, daaa... Eh, ada doi tuh lagi sholat juga, samperin gih siapa tau mau nganterin kamu pulang," ujar Hevy seakan sengaja meninggalkan Dila dengan lelaki yang menitipkan salam padanya. "Vy... Jangan ngaco ya, udah udah sana buruan balik," Dila merasa salah membiarkannya pergi. Hevy seperti memperagakan dengan jarinya, satu dengan satu kemudian menjadi dua, sambil melihat kearah Dila dan tertawa lalu melambai. Dila terlihat kesal karena ulah Hevy yang tidak ada habisnya bercanda.


Dila lalu duduk ditangga mushola untuk memakai kaos kaki dan sepatunya. "Udah selesai rapatnya?" tiba-tiba seorang lelaki bertubuh atletis datang dan duduk disebelahnya, Gunawan. Dila yang terkejut lalu mengangguk tersenyum. "Aku anter pulang ya, boleh?" tawarnya sambil memakai sepatu. Dila berpikir sejenak dan masih mengikat tali sepatunya. "Umm... Aku masih belum mau pulang kak, masih ada urusan sama bu Murti," jawab Dila berpura-pura. "Oh gitu. Yaudah, aku tunggu disana ya. Aku orangnya sabar kok, jadi santai aja Dila," kata Gunawan sambil menunjuk arah taman sekolah dan hendak duduk disana. "Lah, kok jadi gini. Mati aku," batin Dila menyesali perkataannya yang direspon tak sesuai harapan.


Dila pun beranjak dari mushola menuju ruang guru, lalu mencoba mengintip dan ternyata Gunawan masih berada diposisi yang sama setelah mereka berpisah tadi. Dila kebingungan. "Dila, kamu kenapa? Kok belum pulang?" tanya bu Murti yang kebetulan melihatnya. "Eh ibu. Nggak kenapa-kenapa kok ibu. Saya lagi... Lagi... Lagi nunggu ibu. Ibu mau pulang kan? Bareng saya aja ya bu," Dila mendadak aneh karena terjebak oleh Gunawan yang sedang menunggunya manis di taman sekolah. Dila dan bu Murti lalu berjalan bersama menuju gerbang sekolah. "Lho, Gun, kamu lagi nunggu siapa?" tanya bu Murti yang melihat keberadaan Gunawan. Dila was-was, pura-pura tak tau apa-apa. "Saya lagi nunggu Dila bu, kita mau pulang bareng. Ya kan Dil?" jawabnya dengan jujur dari lubuk hati yang paling dalam. "Oalah... Kok kamu nggak bilang lagi ditungguin gini. Kebetulan ibu juga mau mampir dulu ke toko bunga. Yaudah sana kalian cepat pulang, biar nggak kesorean, hati-hati ya, jangan ngebut, patuhi rambu-rambu lalu lintas, itu lampu sent jangan sampai salah pencet, belok kenanan tapi sentnya kekiri, jangan lupa dimatiin kalau udah belok, biar nggak salah paham sama yang dibelakang, inget lho. Yasudah ibu duluan ya," nasihat bu Murti kepada mereka berdua.


Dila salah strategi dan akhirnya terjebak dengan Gunawan, seakan alasan-alasan tadi tak berguna, buang-buang waktu. "Untung aku bawa helm 2, kalau nggak bisa ditilang kita nanti. Kamu pake jaket aku ya, biar nggak dingin kena angin," lagi-lagi Gunawan bersikap perhatian. "Iya makasih kak," Dila tampak simpatik. Obrolan demi obrolan berlanjut. Tak jarang Gunawan membuat Dila tersenyum bahkan tertawa lebar karena candaan-candaannya. 


Sampailah mereka dirumah Dila. "Makasih ya kak," ucap Dila sembari memberikan helm dan jaketnya. "Makasih juga udah mau aku anter pulang. Yaudah aku pulang dulu ya," dengan anggukan Ia pun berlalu.


Dila bergegas masuk, namun pintu terkunci. Ia lalu mengambil kunci yang ada ditempat rahasia, hanya Ia dan mamanya yang tau. Setelah meletakkan pot bunga ukuran medium itu, Ia lalu membuka pintu dan masuk dengan salam. Ternyata sang mama sudah mengirimkannya pesan Wa, bahwa beliau pergi keluar sebentar, dan dipastikan kembali sebelum maghrib, pesan itu baru Dila baca sekarang.


Setelah selesai berbenah diri, Dila duduk di kursi meja belajarnya, dan membuka tasnya hendak merevisi hasil rapat OSIS tadi, srettt... terjatuh sebuah amplop pink gradasi biru. Dila baru ingat bahwa Ia belum membaca surat yang telah diterimanya ketiga kali itu. Lalu mengambil 2 surat sebelumnya dan menjajarkannya diatas meja. Kesemua surat itu berwarna sama dan belum ada yang Ia baca. Tak ada nama pengirimnya. Surat itu Ia terima 1 bulan terakhir selama 1 minggu berturut-turut.

Perlahan Ia membuka lalu membacanya

Surat I

Pagi bersandar hangat di teduhnya tatapanmu
seakan tak beralih dari mentari menuju senja

Surat II

Kumohon jangan tinggalkan senyumanmu dalam hati yang sepi
karena aku tertagih untuk melihatnya disetiap pagi membosankan ini.

Surat III

Jangan terlalu bila bahagia
karena bahagia tanpamu tak akan berarti apa-apa

Dila tertegun sejenak, hingga tak sadar sebuah senyuman melengkung dibibirnya. Di semua surat itu terinisial huruf "Pr". Dila sedikit berpikir keras, mengingat kembali absensi di kelasnya, namun tak berhasil.

Besoknya di jam istirahat, Dila tak beranjak dari tempat duduknya. Mencoba memastikan siapa pengirim surat-surat itu. "Kamu seriusan mau nungguin itu orang disini? Iya kalau dia ngasih surat lagi, lah kalau enggak? Ayo ah ke kantin, aku laper niih..." bujuk Hevy yang mengelus-elus perut gendutnya. Dila hanya menggeleng, "Enggak! Aku mau tetep disini. Lagian aku bawa bekal kok. Kamu aja ya yang ke kantin. Udah sana... Nanti kamu keburu kurus lho Vy," canda Dila yang disambut terbahaknya Hevy, "Assemm..."

Detik demi detik berlalu, tak seorang pun memasuki kelasnya. Dila mulai putus asa, namun tetap penasaran. "Dila... Kesini sebentar," panggil bu Murti. Dila pun menghampirinya. "Ini ada surat untuk kamu," kata bu Murti sambil memberikan sepucuk surat berwarna sama dengan 3 surat sebeumnya. Belum lagi sempat Dila bertanya, namun sudah dipotong oleh bu Murti, "Sstt... Bacanya dirumah aja. Sebentar lagi bel masuk kelas," bu Murti lalu kembali ke ruang guru tanpa mengatakan dari mana surat itu berasal. Dila pun kembali ke tempat duduknya dengan berbagai pertanyaan yang menyerbu otaknya.


Jam sekolah telah usai. Dila juga telah sampai di rumahnya 5 menit lalu. Dengan rasa penasaran yang teramat sangat, Ia pun lebih dulu membuka surat itu ketimbang kaos kakinya.

Surat IV

Wahai bidadari hati
Ijinkan aku tetap disini
Menikmati teduh sejuknya hari
Menciptakan alunan cinta yang berbekas di sanubari
Membebaskan hati ini menari
Sampai tak ada lagi bosan mengiris sepi

"Pr"

Rasa penasaran Dila semakin menjadi. Namun semua ini tak boleh berlebihan, karena Ia juga harus mengurus pensi sekolah yang waktunya kurang dari 1 minggu lagi. "Please surat please, jangan alihkan fokus pensi aku ke kamu suraatt!!" geramnya. Namun, Dila mencurigai 1 nama. Siapakah dia?


"Bu... Bu Suk... Bu Sukma!" teriak Dila memanggil wali kelas XII IPA 1. "Heh... Sudah berapa kali aku bilang. Panggil namaku yang lengkap. Memangnya aku ini buah-buahan apa, buah itu kan kalau tidak dimakan-makan jadinya busuk," jelas bu Sukma dengan logat khas Bataknya. Dila nyengir, "Maaf-maaf bu. Jadi gini bu, saya mau pinjam absensi kelas XII IPA 1. Sebentar aja bu. Boleh ya bu," pintanya memohon. "Eh, buat apa kau pinjam abensi anak muridku?" tanya bu Sukma. Dila berpikir sejenak, "Umm... Buat... Buat itu lho bu, kan minggu depan ada pensi disekolah kita. Naah, jadi saya di suruh mendata absensi tiap kelas bu, iya gitu bu," ujar Dila dengan mengarang bebas alasan. "Oo... Begitu ya. Yasudah, ayolah kau ikut aku. Tapi jangan kau bawa ya, kau foto copy saja nanti," pinta bu Sukma. Dila berhasil mengelabui bu Sukma, maaf ya bu, batinnya.


Setelah berhasil mengcopy absensi tadi, Dila langsung mengecek satu persatu dari 53 nama yang ada dikelas itu. Dan Ia pun melihat satu nama yang semakin meyakinkan kecurigaannya beberapa jam lalu.


"Teman-teman, 2 hari lagi menuju pensi sekolah kita ya. Semoga semua siap dengan tugas masing-masing dan benar-benar bertanggung jawab. Tolong jangan sia-siakan 4 bulan kita dalam merancang pensi ini. Besok kita akan kembali lagi berkumpul disini, bersama dengan seluruh pengisi acara, sekaligus gladiresik ya teman-teman," demikian arahan Eko sang ketua OSIS saat memimpin rapat OSIS siang tadi di sebuah kafe tak jauh dari sekolah. "Oiya Dila, besok tolong kamu gantiin Hevy ya, ambil catringan di Warung Ijo. Tadi Hevy nelpon aku, dia bilang besok harus anter kucingnya ke pet shop untuk check-up bulanan. Kamu tau kan gimana dia sama kucing kesayangannya itu," jelas Eko. "Tapi besok aku kan ada tugas buat cek dekorasi Ko," ungkap Dila. "Gampang deh nanti aku yang gantiin sama anak-anak yang udah selesai tugasnya. Please Dilaa... Mau ya..." pinta Eko memohon. Dila pun mengiyakannya. "Sip! Thank you Dila," lanjutnya.


Pagi ini Dila sudah harus mengambil catringan yang sudah di pesan sebelumnya. Sesampainya ditempat, ternyata beberapa makanan belum siap. "Mba Dila ya? Mba maaf ini kita belum selesaiin semua. Soalnya ada sedikit masalah kemarin, makanya jadi telat gini. Mba Dila duduk dulu aja disana, nanti saya anterin snack sama teh ya mba," dengan medoknya ungkap salah seorang karyawan di Warung Ijo tersebut. Dila hanya tersenyum mengangguk. "Ko, kayaknya aku agak telat nyampe sekolah deh, ini ada beberapa makanan yang belum dikotakin gitu. Kira-kira setengah jam lagi ya. Thanks Ko," Dila mengirim pesan Wa pada Eko.


Sementara disekolah, peralatan panggung mulai dipasang. Semua dekorasi juga hampir tersusun sesuai rencana. Bagi Dila dan teman-teman panitia ini adalah hari tersibuk, sibuknya ibaratkan mempersiapkan Ujian Nasional, dimana kita harus benar-benar mempersiapkan diri untuk bisa menjawab semua pertanyaan dengan tepat. Karena hari ini adalah hari terakhir persiapan pensi, jadi semua harus terlihat sempurna dan harus menjadi pensi terbaik sepanjang masa.


Sekarang jam 1 siang. Dila datang tepat pada waktunya. "Heeii! Akhirnya Dila datang juga. Ayo-ayo semuanya istirahat makan dulu," ucap Eko sembari memanggil yang lain. "Eh Dil, tadi ada yang nyariin kamu tuh. Trus nitip ini nih," kata Eko dan memberikan sebuah kotak berwarna biru langit bermotif bunga-bunga merah dan pink. Dila heran dan penasaran, siapa yang memberikan kotak yang berukuran lumayan besar itu. Di salah satu sisinya terdapat tulisan, "(Jangan dibuka, Tunggu aba-aba), Ya Tuhan, apalagi ini," ucapnya pelan dan tersenyum tipis.


Tepat pukul 8 malam, semua persiapan telah selesai.


"Teman-teman, terima kasih atas kerja keras hari ini. Harapan kita, semoga besok acara berjalan lancar, sesuai dengan rencana. Memang tidak sempurna ya, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Tapi setidaknya kita sudah berjuang maksimal untuk kesuksesan pensi ini. Tugas kita masih berlanjut besok. Memastikan bahwa acara berjalan baik. Ok semua. Semangat!" Eko lagi-lagi memberikan arahan dan semangat.


Hari H pun tiba. Rangkaian acara demi acara tertampilkan dengan sangat baik. Kompetisi band-band sekolah ternama seratus persen menghibur. Kompetisi dance modern dan tradisional juga tampil memukau. Ditambah MC super kocak semakin menyemangati suasana. Saat tiba di penghujung acara, sebagian lampu tiba-tiba mati, sontak membuat panik penonton. Namun kemudian satu lampu sorot menyala dan menyorot seseorang di atas panggung. Ada yang aneh dengan orang misterius itu. Kepalanya ditutup kain dan Ia memegang gitar, seolah hendak bernyanyi. Kemudian lampu lainnya menyorot Dila, "Teruntuk Dila Maeshanda, kamu bisa buka kotaknya sekarang, dan tunggu aba-aba dariku, terus keluarkan kertasnya satu-satu mulai dari atas ya," pinta seorang misterius itu. Dila pun membukanya dan secara bersamaan si misterius memainkan gitarnya dan bernyanyi... Disambut riuh sorak so sweet dari para penonton.


Lagu ini aku persembahkan untuk seorang Dila yang aku sayang (memberikan aba-aba)

Pagi telah pergi
Mentari tak bersinar lagi
Entah sampai kapan
Ku mengingat tentang dirimu

Ku hanya diam
Menggenggam menahan segala kerinduan
Memanggil namamu di setiap malam
Ingin engkau datang dan hadir di mimpiku
Rindu

"Dila, boleh aku minta kamu naik keatas punggung eh panggung maksudnya," penonton pun bersorak. Dila lalu naik keatas panggung dengan membawa serta kotaknya.
"Dila, satu lagi aku minta tolong sama kamu untuk membuka kain dikepalaku ini ya," pintanya lagi.
Namun Dila menolak, Ia ingin mengutarakan sebuah rahasia, "Sebelumnya aku mau cerita, mungkin banyak yang bertanya-tanya ada apa sih ini. Jadi beberapa bulan yang lalu sebelum acara ini terselenggara, aku diteror oleh surat-surat romantis, dan di akhir setiap surat itu tertulis "Pr", jadilah aku mendadak jadi detektif, dan baru siang tadi aku telah mencurigai seorang lelaki yang tak asing tampangnya di sekolah ini. Dan aku mencurigai seorang Gunawan Prasetyo," lagi penonton bersorak dan bertepuk tangan. Sekarang Dila hendak membuka penutup kain itu...

Ternyata dugaan Dila selama ini benar. Gunawan merasa terpukau dengan keahlian pujannya itu.

"Jadi agak nggak surprise dong ini ya, haha... Tapi nggak apa-apa. Langsung aja ya aku nyatain perasaanku yang sebenarnya sama kamu. Lagu dari Virzha tadi mewakili isi hatiku selama ini. Semua kejadian aneh belakangan ini adalah berkat kerja sama banyak pihak. Terima kasih semuanya karena sudah membantu. Jadi, Dila, apakah kamu mau nerima aku jadi penjaga hatimu?" ungkap Gunawan yang disambut dengan teriakan penonton 'Terima, terima, terima, terima'

Dila memegang mic dan dengan tegas menjawab, "Mauu... Mauu... Mauuu..." terlihat senang bukan main ekspresi mereka berdua, di ikuti para penonton yang 100 % bapernya.


T    A    M    A    T



Posting Komentar

0 Komentar