Cerpen: Pertemuan kemBali



Cerpen: Pertemuan kemBali

"Tiga pasang baju plus daleman, sandal jepit sepasang, handuk, topi, kacamata, sabun dan teman~temannya, bedak, lipstik, hmm.. Okay cukup deh," aku Sinta, sedang mempersiapkan liburan pertamaku ke Bali, bersama sahabatku, Dora, bukan the explorer.

"Halo Sin. Udah packing kamu? Duh, kok aku deg~degan ya," kata Dora di ujung telepon.

"Kita kan mau liburan Dor, bukannya ketemu dosen killer buat revisi skripsi," kataku bercanda.

"Haha.. Tapi kamu kan tau, aku takut naik pesawat, kalau tiba~tiba jatuh gimana?" lanjut Dora.

"Kalau jatuh ya kita pakai pelampung dong. Makanya kalau mba~mba pramugarinya lagi peragain safety live, kamu perhatiin, biar tau kalau~kalau kita jatuh, simple kan?" kataku menjelaskan, dan hal itu malah membuat Dora semakin ketakutan.

"Sintaa.. Kamu kok malah nakutin gitu sih," sambungnya.

"Habisnya kamu parno gitu sih. Udah ah, aku mau tidur biar besok nggak kesiangan, bye," tututut, aku langsung memutus tali persahabatan eh memutus teleponku.

Pukul 8.00 WIB, aku menunggu kedatangan Dora ke rumahku dengan mas Grabcar.

10 menit berlalu. Sedangkan pesawat kami berangkat pukul 10.00 WIB. Jarak antara rumahku ke bandara memang tak terlalu jauh, tapi aku ini orangnya on time, beda sama Dora yang lelet bin lola alias loading lama, huft..

"Lama deh, kamu kan tau aku nggak suka ngaret. Kamu tuh ya nggak pernah berubah kalau urusan begini," aku merasa emosi, tapi tiba~tiba mas drivernya ngomong.

"Maaf mba, tadi saya yang telat jemput. Soalnya saya nganter istri saya dulu, itu tadi juga udah di omelin sama istri saya karena telat nganter, jadinya dua kali kena omel nih saya sekarang," kata mas drivernya menjelaskan.

Dora melirik sinis kearahku, sambil senyum~senyum.

"Oh.. Maaf ya mas. Lagian kenapa nggak di cancel aja sih mas? Tapi yaudahlah, cepatan ya mas, takutnya telat nih," emosiku sedikit reda, tapi sedikit malu juga.

Mas drivernya cuma ngangguk~ngangguk.

Sampailah kami di Kualanamu International Airport. Mas driver kaget saat aku teriak melihat barang bawaan Dora yang di turunkan mas drivernya.

"Ya Tuhaann.. Kamu mau liburan atau pindah rumah? Banyak bener bawaannya. Ampun deh Dor," aku kaget bin geleng~geleng melihat Dora membawa 1 koper dan 2 tas travel.

"Ih, nggak apa~apalah Sin, aku tuh suka gugup kalau mau naik pesawat, jadi nggak sadar bawaannya sebanyaknini, hehe.." jawabnya sambil nyengir.

"Udah buruan. Makasih banyak ya mas," ucapku.

"Akhirnya ya Sin, jadi juga kita liburan ke Bali. Aahh.. Aku nggak sabar deh," celetuk Dora.

"Iyaa.." jawabku singkat.

Selesai check-in, kami langsung berjalan ke ruang tunggu di gate 7.

"Btw, kamu cuma ranselan aja? Aku lupa mau nanya tadi," tanya Dora.

Aku mengangguk.

"Eh, Sin, itu bukannya Hendra ya? Eh, sama siapa tuh dia," kata Dora yang melihat sesosok tampan bersama seorang perempuan.

Aku pun menoleh ke arah Hendra. Benar saja, Ia bersama seorang perempuan. "Kayak nggak asing deh itu perempuan," ucapku pelan.

Tak lama menunggu, kami segera boarding.

"Sin, kayaknya Hendra mau ke Bali juga deh," aku setuju dengan Dora, karena sedari tadi Ia duduk di gate 7 juga.

Aku dan Dora sudah duduk dengan tenang di pesawat. Tapi kami tidak duduk bersebelahan. Karena aku memesan tiket duluan dari pada Dora. Dan yang membuat aku lebih kaget, ternyata Hendra duduk di sebelahku, Ya Tuhan!

Hendra tampak kaget begitu melihat keberadaanku. Sampai~sampai Ia di tegur mba~mba pramugari untuk segera duduk agar tidak menghalangi penumpang lain berjalan.

"Sinta, kamu apa kabarnya? Kamu mau ke Bali juga? Sendirian?" tanyanya bertubi~tubi.

"Iya lah mau ke Bali juga, kan kita udah satu pesawat, masa iya beda tujuan," jawabku sedikit ketus.

Hendra tampak tersenyum, "Kamu nggak banyak berubah ya," katanya.

"Aku kan kan bukan satria baja hitam, ngapain berubah," sambungku.

Beberapa saat lalu pesawat take-off. Dan obrolan serius pun terjadi.

"Jadi, kamu ke Bali mau ngapain Sin?" tanyanya.

"Aku cuma liburan, mau habisin cuyi aja harusnya sih tahun kemaren, tapi gagal karena Dora. Intinya, dia takut naik pesawat, haha.. Tapi setelah aku terapi dia dengan berbagai cara, akhirnya dia beraniin diri buat terbang. Ada ya orang kayak gitu, lucu ya," tanpa sadar aku bercerita panjang lebar kepada lelaki di sebelahku ini.

Lagi-lagi aku melijatnya tersenyum.

"Kenapa sih, dari tadi senyum~senyum terus," celetukku.

"Lucu aja, inget pas kita masih bareng dulu," kata lelaki yang pernah mengisi hatiku itu.

Aku berdehem, "Hmm.. Aku lihat Dora dulu ya," aku mencoba menghindar lebih tepatnya salah tingkah sih.

"Dor, kamu nggak kenapa-kenapakan? Tidur aja gih, biar nggak kayak naik pesawat," saranku pada Dora.

"Iya nih. Rasanya mabok pesawat deh aku. Udah Sin aku nggak apa~apa kok, thank you Sin," jawab Dora.

Aku pun kembali ke duduk.

"Gimana Dora?" tanya Hendra.

"Nggak apa~apa kok dia. Cuma agak mual aja. Tadi udah aku suruh tidur," jelasku.

Aku baru sadar, bahwa sedari tadi perempuan yang bersama Hendra sedikitpun tidak berbicara, Ia hanya melihat keluar jendela.

"Lita, kamu mau minum?" tanya Hendra.

Dan aku sangat terkejut, perempuan muda itu seperti berbahasa isyarat dengan Hendra.

Aku memberanikan diri bertanya pelan pada Hendra, "Hmm.. Sorry Ndra, perempuan yang disebelah kamu pacar kamu kah?"

"Ini Lita, dia keponakanku, dia tuna wicara sejak kecil. Ini kali ketiga kami ke Bali untuk mengantarnya berobat," jelasnya, dan lalu melanjutkan, "Sorry ya Sin, inilah alasanku kenapa dulu aku putusin hubungan kita, karena Lita ini yatim piatu, dan keputusan untuk merawatnya bersama dengan suster yang aku sewa untuk menjaganya kalau aku bekerja, ini semua kemauanku, dan orang tuaku juga setuju. Sekali lagi sorry ya Sin, aku baru cerita semua ke kamu."

Aku terenyuh dan mataku berkaca~kaca, "Harusnya aku yang minta maaf sama kamu, karena waktu itu aku nggak mau dengar penjelasan kamu Ndra. Bodohnya akuuu. Sorry ya Ndra," dan air mataku pun terjun dengan cepat.

Lita yang ku kira tidak mendengar percakapan kami, ternyata Ia merespon, dengan cara memegang tanganku juga tangan Hendra, lalu menyatukannya.

Aku dan Hendra terheran~heran dan lalu tersenyum.

"Sin, loh kok. Ooh pantesan kamu adem ayem di sini, ada sang mantan toh, hihi.." tiba~tiba Dora datang mengagetkan kami.

"Apaan sih Dor. Kamu ngapain kesini? Udah nggak mual?" tanyaku sedikit khawatir.

"Udah enggak kok, aku mau ke toilet. Yaudah, lanjutin deh nostalgianya," sambungnya.

"Btw, Sin, boleh aku jaga hati kamu lagi?" what?! Pertanyaan Hendra membuat terdiam sejenak, darahku seakan terasa panas, apa~apaan ini.

"Eh, sorry sebelumnya, kamu belum punya pacarkan?" tanyanya lagi.

"Hmm.. Sorry sebenernya aku.. Aku udah punya pacar. Dia itu tampan, terus hatinya itu muliaaa banget, udah kayak malaikat. Mendekati sempurna sih kalau menurutku," ujarku sambil berkhayal wajah pacarku.

Hendra terdiam dan sepertinya kecewa dengan jawabanku.

"Hmm.. Iya nggak apa~apa kok Sin. Pasti dia orang yang beruntung. Semoga langgeng ya kalian," terlihat jelas wajah sedihnya.

Aku lalu memegang tangan Hendra, "Ndra, aku barusan record kejaian ini lho. Karena kamu kena prank!! Haha.." aku tertawa sambil sedikit memukul~mukul lengan Hendra.

"Sinta, kamu baik~baik aja kan?" tanyanya serius.

"Ndra.. Aku ini belum punya pacar, dan yang aku maksud tadi ya kamu, lelaki paling baik hati dan polos banget setelah di kerjain," aku cekikikan.

Hendra ikut tertawa, "Jadi, kamu terima aku lagi?" dan mencoba memastikan pertanyaannya.

"Iyaa. Aku terima dengan sepenuh hati," kataku tulus.

Dora yang sudah selesai dari toilet, "Eh eh eh, akrab banget sih kali. Ciyee, balikan lagi nih kayaknya, hihi.." celetuknya.

"Sstt.. Sana~sana duduk manis, udah mau landing loh ini," sambungku.

Yah, begitulah cerita pertemuan kembali ini. Entah apa yang sekarang kurasakan. Yang jelas, aku lega mendengarkan semua penjelasan Hendra. Semoga selanjutnya aku tidak pernah membuat kesalahan lagi.



~ S E L E S A I ~


Posting Komentar

0 Komentar