Cerpen: Luki Luph Luna



Cerpen remaja, cerpen cinta, cerpen bahagia








“Ki, besok lusa tolong anterin oleh-oleh ini ke rumah temen ibu ya. Ini alamatnya.”

“Jauh bener bu.”

“Ya siapa lagi yang mau nolongin ibu selain kamu. Nggak mungkin kan ibu suruh si Loli yang anter."

Waktu itu Luki ditugaskan untuk mengantarkan oleh-oleh kepada salah satu teman ibunya ke sebuah alamat yang cukup jauh dari rumah mereka.

Luki dan Loli adalah sepasang kakak beradik yang bisa dibilang lumayan akur. Mereka berbeda usia cukup jauh. Luki, Loli dan ibunya, hanya tinggal bertiga dirumah yang tak begitu besar namun nyaman. Sulung dari dua bersaudara itu telah menyelesaikan kuliahnya sekitar 3 tahun lalu. Kemudian Luki bekerja hanya sekitar setahun, setelah itu dia memutuskan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan meneruskan Coffee Cafe, usaha peninggalan alm ayahnya yang sudah berdiri sekitar 8 tahun.

Sebagaimana layaknya lelaki seumuran Luki yang sudah cukup matang dan mapan, dia juga mempunyai target untuk segera menikah. Semoga kelak suatu hari nanti atau bahkan secepatnya, akan ada wanita yang mau mendampingi dirinya dan menerima dia apa adanya, bukan ada apanya, harap Luki.

“Lol.. Besok..” Luki belum menyelesaikan omongannya, tiba-tiba dipotong oleh Loli.

“Kakaak.. Kan udah aku bilang, kalo manggil namaku itu yang lengkapp..!! Nggak enak banget dengernya,” protes Loli untuk yang kesekian kali.

Luki pun mendatangi Loli yang terduduk ditempat tidurnya, lalu mencubit kedua pipi Loli, “Lolita Dian Rahmandaa.. Besok temenin kakak kerumah temen ibu yaa..” ajak Luki yang gemas melihat Loli.

Sambil melepaskan tangan kakaknya, “Iih.. Ya nggak lengkap juga kali kaak..”

“Kan tadi kamu yang bilang harus lengkap manggilnya, sekarang udah lengkap malah salah,” ledek Luki.

Loli melempar boneka kecil kearah kakaknya itu, “Huhh.. Memang rumah temen ibu itu dimana?”

“Kakak juga kurang tahu dimananya. Tapi ibu udah kasih alamatnya kok. Gampanglah.. Pake google maps, hehe..” ujarnya. 

“Mmm.. Besok aku mau pergi ke rumah Putri kak. Gimana kalau besok sore sepulang dari rumah temen ibu, kakak jemput aku ya. Ya kak yaa,” rayunya sambil menarik-narik tangan kakaknya itu.

“Yaudaah.. Besok kakak jemput kamu,” seru Luki mengiyakan permintaan Loli. 

“Yeahyy..!! Makasih ya kaak,” Loli pun kegirangan. Luki menganggap adiknya itu sedikit berlebihan.

“Dasar adik yang aneh,” pikirnya.

"Eh, bentar-bentar. Kalau gitu, jadinya aku pergi sendiri dong. Hhaah, percuma juga ngajak Loli. Yasudahlah." Batin Luki.

Sebulan yang lalu Loli baru saja berulang tahun yang ke-15. Jadi tidak salah kalau sifat manja dan kekanakannya kadang membuat Luki jengkel. Namun begitu, semarah apapun, Luki tak pernah bersikap kasar terhadap adiknya itu. Loli adalah wanita yang patut dijaga selain ibunya.

Sehabis mengantar Loli, Luki pun bergegas menuju rumah teman ibunya. Di tengah perjalanan, Luki sempat kebingungan mencari alamat rumah yang ditujunya, karena dia tak begitu mengenal daerah tersebut.

Tak berapa lama, dilihatnya seorang gadis sedang duduk bersantai diteras rumahnya. Lalu mampirlah Luki untuk menanyakan alamat rumah yang dicarinya.

“Permisi. Numpang tanya mbak, alamat rumah ini dimana ya? Saya kayaknya nyasar nih, padahal udah pake google maps, hehe..” tanyanya sambil memperhatikan wajah gadis itu. 

“Ooh, ini sih udsh nggak jauh dari sini mas. Ntar terus aja ikutin jalan ini, rumah no. 95C pagar hijau sebelah kanan jalan,” jelasnya dan juga sedikit memperhatikan Luki.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan anak perempuan memanggil dari dalam rumah, “Kak Lunaa.. Sini bentar deh."

“Iya dek, bentar yaa,” sahutnya balik.

Jadi nama gadis ini Luna, nama yang indah, seindah parasnya”, batin Luki. 

“Kalau gitu, saya permisi ya mbak. Terima kasih,” pamit Luki.

“Iya mas, sama-sama,” jawab Luna sambil mengangguk dan tersenyum.

Sampailah Luki dirumah teman ibunya. Namun, Luki hanya bertemu dengan anak lelakinya yang seumuran dengan Loli. Setelah memberikan titipan dari ibunya itu, Luki pun sedikit berbasa-basi, “Dek, kamu kenal nggak sama pemilik rumah diujung jalan ini?” tanya Luki penasaran, berharap anak lelaki itu mengetahuinya.

“Ooh.. Itu sih kak Luna. Adiknya satu sekolah sama aku. Memangnya kenapa kak? Kakak naksir yaa? Hayo..” jelasnya kemudian meledek Luki.

Luki hanya tersenyum lalu bergegas pergi, “Yaudah-yaudah. Kakak balik dulu ya dek. Makasih yaa..”

Ditengah perjalanan, ponsel Luki bergetar, dilihatnya ternyata panggilan dari Loli, “Iya dek, kenapa?” tanyanya. 

“Loh.. Kok kakak malah tanya kenapa.. Kakak jadi jemput aku enggak?!” tanya Loli sedikit kesal dengan kakaknya itu. 

Astaga, kenapa aku jadi lupa jemput Loli”, batinnya dan dengan ekspresi wajah tak karuan.

“Jadi dek jadi. Tungguin yaa.. Ini kakak lagi dijalan,” belum sempat Loli bicara, Luki sudah menutup teleponnya.

Selesai makan malam, sambil Loli dan Luki membantu ibunya membereskan meja makan, Loli meminta izin kepada ibu, “Bu, pulang sekolah besok, aku main kerumah Mira ya,” namun, bukan ibu yang menjawab, melainkan Luki yang menyambung pembicaraan Loli.

“Yaudah dek, ntar kamu kakak jemput yaa.”

“Hehe.. Kakak tahu aja deh. Pengertian banget sih kakakku inii..” rayu Loli. 

Lirik Luki sambil tersenyum kepadanya, Ibu pun turut tersenyum melihat tingkah kedua anak kesayangannya itu.

Diruang tengah, Luki sedang menyetel suara gitarnya. Kemudian Loli memanggilnya lalu duduk disamping Luki, “Kak Luki kak Lukii..”. “Hmm..”, sahut Luki. “Kakak mau gak kalo aku comblangin sama kakaknya Mira”, tanya Loli. “Memang orangnya gimana?”, tanya Luki. “Mira bilang sih kakaknya itu manis, kulitnya putih, rambutnya panjang, terus.. hmm..”, Loli berpikir.
“Teruus.. Kamu udah kenal orangnya beluum?”, sambung Luki. Sambil menggaruk kepalanya dan menyengir, “Hehe, belum sih kak”. Luki menggeleng dan tersenyum. “Makanya, besok kakak jemput aku ya. Biar bisa ketemu sama kakaknya Mira. Siapa tau cocok sama kakak atau mungkin jodoh kakak”, ajak Loli dan sedikit menerka-nerka. “Kakak usahain ya dek. Besok sore kakak harus nge-check ke cafe”, jawab Luki. “Loh, kan tadi kakak yang bilang kalo mau jemput aku”, protes Loli. “Iyaa. Kakak juga baru ingetnya tadi, karna besok kan akhir bulan, jadi sedikit sibuk kalo udah urusan disana”, jelasnya. Loli menghela napas, “Yaudah deh, aku tidur duluan ya kak. Malem kak Luki”. “Malem juga Lolii”.

Loli dan Mira sedang asik membahas tugas sekolah dikamar Mira. Kemudian seorang gadis masuk mengantarkan makanan juga minuman, “Ini ada cemilan buat kalian. Kalo laper, masak aja mie instan. Baik-baik ya dirumah. Kakak pergi dulu. Assamu’alaikum”. “Iya kak. Makasih kak”, jawab Loli dan Mira, serentak.
“Tadi itu kakak kamu Mir?”, tanya Loli. “Ya iyalah. Memang kamu pikir siapa?”, jawab Mira, balik bertannya. “Ternyata lebih cantik dari yang kamu ceritain ke aku ya Mir. Pasti kak Luki langsung jatuh hati ntar”. Sementara Mira pusing dengan tugasnya, Loli masih kagum melihat kakak Mira tadi sambil berkhayal, “Berarti ntar kita bakal jadi saudaraan dong Mir. Haha, gak kebayang deh”. “Lolitaa.. Udah mengkhayalnyaa? Ntar tugas kita gak selesai-selesai loh”, omel Mira. “Hehe.. Iyaa iya Mira bawel”, ledeknya.

Waktu menunjukkan pukul setengah 4 sore. Ponsel Loli pun berdering, ternyata SMS dari kakaknya, Luki, “Dek, maaf kakak gak bisa jemput kamu, soalnya masih ada sedikit masalah dicafe. Hati-hati kalo mau pulang nanti yaa. Kabarin kakak kalo udah sampai dirumah”. Wajah Loli sedikit lemas. “Kenapa kamu? Kok lesu gitu. Kakak kamu gak bisa jemput ya?”, tanya Mira. “Iya Mir. Jadinya gak bisa deh kakakku ketemu sama kakak kamu”, jawab Loli yang sedikit berkecil hati.
“Besok kan hari Minggu, kamu kesini aja lagi”, Mira menawarkan. Wajah Loli yang tadinya lesu pun langsung berubah menjadi cerah, “Eh, bener juga ya Mir. “Tapi besok aku mau pergi sama papa”, ujar Mira. “Ya gak masalah Ra. Lagian besok kan aku kesini mau ketemu sama kakak kamu, hehe”, ledek Loli. “Iiihh.. Dasar kamu Lol”, sambil mengacaukan rambut Loli yang agak keriting.


Seperti biasa, setiap selesai makan malam, Luki mengambil gitar akustik kesayangannya lalu memainkannya. Kemudian datanglah Loli dengan membawa secangkir kopi hangat dan meletakkannya dimeja. Luki sedikit heran dengan tingkah adiknya itu, “Tumben-tumbenan si Loli bikinin aku kopi. Padahalkan aku gak minta tolong dibuatin. Hmm.. Pasti ada maunya”, batinnya.
Sambil menawarkan, Loli pun senyum-senyum, “Diminum kak kopinya. Mumpung masih hangat”. Luki pun meminumnya, “Langsung aja dibilang mau kamu apaan dek, gak usah pake bikinin kopi segala”. “Hehe.. Kakak tau aja. Emm.. Besok siang temenin aku kerumah Mira ya kak. Ada yang mau aku ambil”, ajaknya. “Yaudah. Tapi besok kita mampir ke cafe dulu ya”, jawab Luki tenang. Sambut Loli kegirangan, “Yeay! Yaudah kak, aku tidur ya”. “Oh iya dek, kopinya enak, makasih ya”, ujar Luki. “Ya iyalah enak, kan ibu yang bikin, ahahaha”, ejek Loli sambil berlalu. Luki hanya tertawa.

Loli mengetuk pintu kamar Luki dan memanggilnya dengan semangat, “Kak Lukii.. Aku udah siap nih. Ayo kita berangkaat..”. Luki pun membuka pintu kamarnya, “Semangat banget sih kamu, kayak mau kemana aja”, Luki terheran. Sementara Loli hanya tersenyum.

Dalam perjalanan, Luki seakan mengenal jalan yang dilewatinya sedari tadi. Seperti jalan menuju rumah teman ibunya. “Rumahnya yang mana dek?”, tanyanya. “Itu kak, sebelah kanan, pas disimpang jalan”, jawab Loli. Luki pun kaget, bahwa ternyata rumah teman Loli itu adalah rumah gadis yang ditemuinya saat menanyakan alamat.
“Assalamu’alaikum. Miraa..”, panggil Loli. Terdengar jawaban salam dari dalam dan pintu terbuka, “Wa’alaikumsalam. Temennya Mira ya. Mari masuk”. Saat melihat Luki, Luna pun kaget, “Loh, mas ini yang kemarin nanya alamat daerah sini kan?”. Dengan perasaan yang sama Luki pun menjawab, “Iya mbak”. Loli terheran-heran melihat percakapan kakaknya Luki dengan Luna, “Kak Luki sama kak Luna udah saling kenal ya? Alhamdulillah.. Berarti, aku gak usah repot-repot lagi dong ngenalin kakak berdua, hehe”. Luki dan Luna tersipu malu.
“Kak Luna, aku permisi ke kamar Mira ya, mau ambil yang ketinggalan kemarin”, ujar Loli. “Oh, iya dek. Masuk aja”, jawab Luna.


Sejenak hening. Lalu Luki membuka obrolan. “Ternyata mbak masih inget muka saya ya”. “Iya. Panggil Luna aja mas”, ujar Luna. “Kalo gitu panggil saya Luki aja”, sambung Luki.
Obrolan demi obrolan pun mereka lontarkan. Setelah hampir 20 menit menunggu, Loli pun muncul dengan tidak membawa apa-apa. “Udah ketemu yang dicari dek?”, tanya Luna. “Emm.. Gak ada kak. Mungkin kebawa Mira”, jawab Loli sambil senyum-senyum. “Yaudah Na, kalo gitu kami permisi pulang dulu”, pamit Luki. “Aku pulang ya kak. Makasih kak Luna”, Loli menyusul pamit. “Iya Luki, Loli. hati-hati”, lambai Luna.

“Hari ini aku gak mau ngerusak mood kak Luki yang pasti sangat senang setelah pertemuannya tadi dengan kak Luna. Aduuh.. Adik yang pengertian banget deh akuu.. Hihihii..”, batin Loli.

Luna, gadis yang ditemui Luki secara tak sengaja itu adalah wanita yang mandiri dan dewasa. Sejak kuliah Luna membiayai kuliahnya sendiri. Sampai akhirnya Luna lulus dengan nilai memuaskan dan sekarang sedang bekerja disalah satu perusahaan ternama di Medan. Luna yang berbeda usia 2 tahun dengan Luki itu sangat mendambakan sosok pria yang penyayang, pengertian dan juga dewasa yang kelak bisa menjadi pendamping hidupnya.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, kedekatan Luki dan Luna pun semakin terjalin. Sementara ibunya dan Loli juga menyambut baik.

Sampailah pada suatu obrolan dimeja makan. “Bu, boleh aku melamar Luna besok?”, tanya Luki pada ibunya. “Kamu serius Ki?”, tanya ibunya sekedar meyakinkan. Terlihat Loli dengan ekspresi wajah yang penasaran. “Yakin banget bu”, jawab Luki dengan mata berbinar-binar seakan dia memang benar-benar yakin. “Ibu senang kalo kamu udah bisa serius menjalani suatu hubungan, dan mudah-mudahan Luna adalah yang terbaik untuk kamu ya Ki”, ujar ibunya dan kemudian memberi izin. Lolipun ikut kegirangan.


Esoknya, Luki mengajak Luna candle light dinner dirumahnya. Dengan dekorasi meja makan yang sederhana namun terkesan mewah dan dengan suara musik dari piano klasik yang menambah suasana menjadi semakin romantis.
Sedari tadi Luna memperhatikan sekelilingnya yang terlihat sangat indah. “Ini semua kamu yang bikin Ki?”. “Ini semua aku bikin khusus untuk kamu”. “Luna..”, panggil lembut Luki, sambil mengeluarkan box kecil transparan berisi cincin. “Iya”, jawab Luna. “Maukah kamu menjadi istriku?”, tanya Luki dengan sungguh-sungguh. Luna terdiam sejenak, kemudian menggangguk dan tersenyum.
Secara serentak, ibu Luki, Loli, Mira dan juga ibunya keluar dari sebuah ruangan dan bersorak. Mereka semua pun mengucapkan selamat dan juga memberi doa kepada Luki dan Luna. - Cerpen: Luki Luph Luna


Posting Komentar

0 Komentar